Menu

Mode Gelap
Hasil Pengundian KPU Banten, Airin-Ade Nomor Urut Satu, Andra-Dimyati Nomor Urut Dua Nanang Saefudin Dilantik Jadi Pj Wali Kota Serang Bandung Raya Diguncang Gempa Bumi 5.0  Pasangan Andra dan Dimyati Daftar ke KPU Banten Syafrudin-Heriyanto Daftar Ke KPU Kota Serang 

Nasional · 9 Jun 2022 07:48 WIB ·

Ikhtisar Membumikan Spirit Dokumen Abu Dhabi di Banten


 Ikhtisar Membumikan Spirit Dokumen Abu Dhabi di Banten Perbesar

Perjumpaan Uskup Mgr Paskalis dan Abuya Muhtadi

Oleh : Deni Iskandar

Kunjungan bapak Mgr Paskalis Bruno Syukur OFM, selaku Uskup dari Keuskupan Sufragan Bogor, didampingi para oleh Pater/Romo ke Mama Abuya Ahmad Muhtadi bin Abuya Dimyati al-Bantani di Pondok Pesantren Roudhatul Ulum, Cidahu Kabupaten Pandeglang, Kamis 02 Juni 2022 kemarin.

Sejatinya menjadi sebuah fondasi awal dan babak baru, bagi sejarah keberlangsungan kehidupan antar umat beragama di Provinsi Banten.

Secara lahiriah, sepanjang pengamatan penulis, model/pola kunjungan tokoh atau pun pimpinan agama di luar Islam (Non Muslim) yang datang mengunjungi ulama karismatik di Banten itu, baru pertama kalinya dilakukan oleh Umat Katolik dari Keuskupan Sufragan Bogor.

Dimana secara hirarki Gereja Katolik, Keuskupan Sufragan Bogor menaungi sebagian umat Katolik di Provinsi Banten yang itu meliputi, umat Katolik di Labuan, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Serang dan Kota Cilegon.

Adapun untuk umat Katolik yang ada di kawasan Tangerang Raya, secara hirarki Gereja Katolik, dinaungi oleh Keuskupan Agung Jakarta atau disangkat KAJ.

Pada konteks membangun dialog kerukunan dan keharmonisan antar umat beragama di Banten. Perjumpaan bapak Uskup Mgr Paskalis Bruno Syukur OFM dan Mama Abuya Muhtadi bin Dimyati al-Bantani ini.

Secara tersirat dan tersurat telah meninggalkan pesan simbolik yang harus dimaknai secara utuh dan holistik oleh semua pemeluk agama, terkhusus pemeluk agama di Provinsi Banten.

Pertama, kunjungan Mgr Paskalis Bruno Syukur OFM selaku Uskup dari Keuskupan Sufragan Bogor itu, merupakan langkah awal membangun tali silaturahmi dan kerjasama, membangun tatanan kerukunan dan keharmonisan antar umat beragama di Banten, khususnya kerukunan dan keharmonisan antara umat Katolik dan Islam di Banten.

Kedua, tokoh agama (Katolik-Islam) yang diwakili oleh Uskup Mgr Paskalis Bruno Syukur OFM dan Mama Abuya Dimyati bin Dimyati al-Bantani, sedang memberikan contoh kepada masing-masing umatnya (Katolik-Islam) untuk bagaimana umat beragama dimana pun itu, terkhusus umat beragama di Banten, agar hidup rukun, harmonis dan bisa menerima perbedaan sebagai sunatullah atau keniscayaan.

BACA JUGA   Tokoh Masyarakat Mendukung Pemekaran Papua

Ketiga, perjumpaan dua tokoh agama (Katolik-Islam) itu juga, memberikan pesan tersirat, kepada semua elemen masyarakat dan stacholder yang meliputi Pemerintah, TNI-Polri, dan semua tokoh agama disetiap pelosok, untuk bagaimana dapat bahu membahu merawat keberagaman dan menerima perbedaan, serta mengedepankan sikap terbuka dan sikap “Tassamuh” atau dalam istilah ilmiah adalah toleran.

Keempat, makna simbolik dari perjumpaan antara dua tokoh agama (Katolik-Islam) itu juga meninggalkan pesan bahwa, umat beragama diharuskan untuk menjalankan dan menerjemahkan ajaran agama masing-masing (Katolik-Islam) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia secara kaffah (taat), tanpa menganggu satu sama lainnya.

Kelima, adapun makna simbolik atau manfaat dari perjumpaan antara Mgr Paskalis Bruno Syukur OFM selaku Uskup dari Keuskupan Sufragan Bogor dengan Mama Abuya Muhtadi di Cidahu, Kabupaten Pandeglang itu yakni, membantah adanya persepsi “Miring” tentang Provinsi Banten, khususnya kabupaten Pandeglang yang notabene-nya sebagai kota santri sejuta ulama, adalah sebuah wilayah yang tidak ramah terhadap non muslim.

Dengan adanya perjumpaan antara dua tokoh agama (Katolik-Islam) di Cidahu itu, setidaknya, persepsi atau pamor Provinsi Banten, terutama wilayah Pandeglang, yang selama ini dinilai keras dan cenderung menolak perbedaan atau dalam istilah yang lebih sederhana, tidak begitu ramah kepada non muslim, terbantahkan.

Faktanya, ulama-ulama di Banten, terutama di Kabupaten Pandeglang, sejatinya cukup terbuka, dan lebih mengedepankan sikap tassamuh (Toleran) dan tabayyun.

Adapun persepsi tentang mengakarnya citra Banten, sebagai Provinsi yang keras terhadap non muslim, itu hanyalah pandangan semu.

Keenam kunjungan Mgr Paskalis Bruno Syukur OFM selaku Uskup dari Keuskupan Sufragan Bogor ke Mama Abuya Muhtadi di Cidahu, secara garis besar, juga dalam rangka menerjemahkan tahun 2022 sebagai “Tahun Toleransi” yang secara resmi telah ditetapkan pemerintah dibawah pemerintahan Presiden Jokowi-Ma’ruf Amin.

BACA JUGA   Lawan Hoaks dan Disinformasi Vaksinasi

Berdasarkan informasi yang diperoleh penulis dari banyak sumber. Pemerintah secara resmi telah membangun terowongan dalam jembatan bawah tanah, yang menyambungkan antara Masjid Istiqlal dan Katedral di Jakarta. Itu semua dilakukan pemerintah, sebagai manifestasi atau simbol toleransi beragama.

Pembangunan terowongan dalam bentuk jembatan bawah tanah itu, secara simbolik mempunyai arti dan makna filosifis bahwa, semua pemeluk agama di Indonesia, harus bergandengan tangan dan bahu membahu merawat keberagaman dan meneguhkan kebhinekaan di Indonesia, sebagai warisan para pendiri bangsa.

Perjumpaan maupun kunjungan-kunjungan tokoh agama dan antar umat beragama, sejatinya harus terus dilakukan secara lebih intens di Indonesia. Terkhusus tokoh agama di Pulau Jawa.

Bergitu juga dengan kehadiran pemerintah maupun kaum muda, harus bisa menjadi mediator atau dalam istilah gerakan, harus bisa menjadi obor peradaban bagi bangsa dan negara.

Sebab, untuk dapat membangun solidaritas kebangsaan dan membumikan spirit keberagaman di Indonesia, meminjam istilah Mgr Ignatius Kardinal Suharyo, langkah yang harus dijalankan adalah perjumpaan. Adapun dalam prosesnya, perjumpaan pertama memang akan menimbulkan kecurigaan, perjumpaan kedua akan melahirkan kerinduan, dan perjumpaan ketiga akan membentuk persaudaraan.

Adapun perjumpaan dalam bentuk kunjungan tokoh agama terutama dari kalangan Katolik-Islam. Sepanjang pengamatan penulis secara lahiriah, pada konteks ini baru hanya dilakukan dan terjadi dikalangan elite tokoh agama.

Pada konteks dunia, adalah kunjungan Paus Fransiskus petinggi agama Katolik di Vatikan ke Ahmed Al-Tayyeb, Imam Besar Al-Azhar, Mesir, pada 4 Februari 2019 lalu.

Dimana hasil dari pada pertemuan dan perjumpaan tersebut, melahirkan satu kesepakatan tentang pentingnya menjaga perdamaian dunia, yang itu tertuang dalam nota kesepahaman dokumen “Abu Dhabi” yang terdiri dari 44 point dan itu ditanda tangani oleh Paus Fransiskus sebagai tokoh agama Katolik di Vatikan, dan Ahmad Al-Tayyeb, Imam Besar Al-Azhar di Mesir.

BACA JUGA   Mencegah Radikalisme dan Perpecahan Masyarakat Menjelang Pemilu 2024

Sementara pada konteks Indonesia, perjumpaan antara dua tokoh agama (Katolik-Islam). Sepanjang pengamatan lahiriah penulis, baru hanya dilakukan oleh Mgr Ignatius Kardinal Suharyo, selaku perwakilan Sri Paus di Indonesia, dengan Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, selaku Imam Besar Majid Istiqlal, Jakarta. Pada saat momentum setelah Idul Fitri, Selasa 3 Mei 2022.

Serta kunjungan Mgr Paskalis Bruno Syukur OFM, selaku Uskup dari Keuskupan Sufragan Bogor ke Mama Abuya Muhtadi bin Abuya Dimyati al-Bantani, di Ponpes Roudhatul Ulum, Cidahu Kabupaten Pandeglang.

Adapun kunjungan Mgr. Paskalis Bruno Syukur dari Keuskupan Sufragan Bogor tersebut, sejatinya mewakili kehadiran umat Katolik di Banten.

Sebab, sebagian umat Katolik di Banten, yang meliputi Labuan, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Serang, dan Kota Cilegon, secara hirarki Gereja Katolik, dinaungi oleh Keuskupuan Sufragan Bogor.

Dengan adanya perjumpaan antara dua tokoh agama (Katolik-Islam) di Cidahu, Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten itu, setidaknya membuahkan angin segar bagi keharmonisan dan kerukunan antar umat beragama.

Selain itu, penulis juga memanjatkan doa, semoga dengan adanya perjumpaan antara Mgr. Paskalis Bruno Syukur OFM, Uskup dari Keuskupan Sufragan Bogor dan Mama Abuya Muhtadi bin Abuya Dimyati al-Bantani, melahirkan dampak positif bagi pemeluk agama di Banten.

Serta menjadi gerbang awal untuk menciptakan dan mewujudkan relasi yang baik dan harmonis antara umat Islam dan Katolik.

Selain itu, penulis juga berharap bahwa, dengan adanya perjumpaan antara kedua tokoh agama (Katolik-Islam) itu, dapat menjadi obor bagi peradaban bangsa. Akhirul kata, Waallahu A’lam. (*)

*) Penulis adalah Wakil Bendahara Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Periode 2021-2023

Artikel ini telah dibaca 19 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Labubu, FOMO dan Fenomena Doom Spending

7 Oktober 2024 - 02:06 WIB

Dedikasi dan Passion di Dunia Otomotif; Kisah di Balik Dotmedia

19 September 2024 - 08:02 WIB

PT KCIC Pastikan Pendeteksi Gempa Berfungsi Baik

18 September 2024 - 15:20 WIB

Gempa Di Wilayah Kabupaten Bandung, KCIC Lakukan Pemeriksaan Menyeluruh Pada Area Jalur Whoosh

18 September 2024 - 12:51 WIB

Bandung Raya Diguncang Gempa Bumi 5.0 

18 September 2024 - 11:55 WIB

Bestie: Berawal dari Negative First Impression

18 September 2024 - 11:47 WIB

Trending di Kampus