Oleh : Cindy Ramadhani
Perubahan status para pegawai KPK jadi aparatur sipil negara tidak akan mengubah kinerja KPK sama sekali. Penyebabnya karena KPK adalah lembaga yang dari awal dibuat untuk memberantas korupsi, walau berada di bawah negara.
Justru keberadaan KPK sangat diperlukan sebagai pengawas, agar tidak ada penyelewengan dan penghisapan uang rakyat.
Komisi Pemberantasan Korupsi berdiri tahun 2003, yang didirikan dengan semangat untuk membasmi koruptor di Indonesia. Penyebabnya karena selama ini kita belum juga menjadi negara super power, jika negara terus digerogoti oleh tikus-tukus berdasi.
Korupsi di Indonesia sudah menahun dan terstruktur, sehingga butuh lembaga antirasuah agar KKN terbasmi sampai tuntas.
Sampai tahun 2021, kinerja KPK sudah cukup memuaskan, karen sering melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dan mencokok hingga ke level oknum menteri.
Akan tetapi muncul dugaan ada penggembosan KPK dari dalam, karena seluruh pegawainya akan dialihkan statusnya jadi aparatur sipil negara, dan mereka akan diangkat pada tanggal 1 juni 2021.
Publik langsung negative thinking karena mengira akan ada upaya untuk ‘membuang’ penyidik senior KPK, karena ia kebetulan tidak lolos tes wawasan kebangsaan.
Padahal statusnya tidak dipecat atau dipaksa pensiun dini, melainkan harus menjalani diklat untuk menambah rasa nasionalisme.
Selain itu, Presiden Jokowi sendiri yang menjamin bahwa ia dan 74 pegawai KPK lain, yang tak lolos seleksi, agar tidak dirumahkan.
Dalam UU KPK juga ada jaminan bahwa lembaga ini masih boleh melakukan operasi tangkap tangan, walau status pegawainya berubah jadi ASN. Ketika mereka jadi pegawai negeri, bukan berarti harus bermanis-manis pada pejabat dan melindungi oknum nakal.
KPK masih boleh untuk galak dan menangkap tiap koruptor yang merusak negara dari dalam.
Justru dengan dialihkannya status pegawai KPK jadi ASN, maka akan ada strukturisasi yang teratur, sehingga akan lebih optimal dalam memberantas korupsi.
Karena dalam aturan pegawai negeri, cenderung lebih rapi daripada pegawai BUMN atau pegawai lembaga di bawah negara.
Selain itu, para pegawai KPK akan makin makmur setelah jadi ASN. Gaji mereka akan masih ditambah dengan jaminan pensiun dan berbagai tunjangan, sehingga dengan uang itu dirasa cukup untuk mengepulkan asap dapur.
Sehingga pegawai KPK tidak akan tergoda untuk malah korupsi dengan alasan gajinya terlalu sedikit, atau melindungi koruptor karena terbujuk rayuan suap.
Selama ini, rapor KPK masih brilian, padahal tahun lalu anggaran yang diminta ke negara tak 100% dikucurkan (karena masih kondisi pandemi).
Walau ada penyesuaian, tetapi KPK tetap bertaji. Buktinya pada tahun 2020, lembaga ini berhasil menyelamatkan uang negara sebesar lebih dari 90 trilyun rupiah. Hal ini diungkapkan oleh Ketua KPK Firli Bahuri.
Pada tahun 2021 tentu target untuk menyelamatkan uang negara lebih banyak lagi. Tujuannya agar anggaran itu benar-benar digunakan untuk rakyat dan memakmurkan mereka. Bukannya dicuri oleh koruptor yang tidak punya hati nurani.
Selain memberantas korupsi dengan cara penyidikan dan operasi tangkap tangan, maka KPK juga melakukan pencegahan KKN. Caranya dengan sosialisasi anti korupsi ke lembaga negara lain, kementrian, kantor gubernur, walikota, dll.
Dengan begitu, pejabat sekelas walikota pun akan sadar untuk tidak korupsi, karena sama saja menjadi maling yang tidak terhormat.
KPK akan terus berupaya untuk memaksimalkan pemberantasan korupsi, karena KKN jangan sampai merusak negara dari dalam dan merugikan rakyat Indonesia.
Walau pegawai KPK jadi ASN, tetapi ini bukanlah cara untuk membungkam hak mereka. Karena dalam UU KPK dijelaskan bahwa pegawai KPK masih boleh melakukan operasi tangkap tangan, walau sudah beralih status jadi ASN.
)* Penulis adalah Pengamat Sosial dan Politik