Demikian diungkapkan Aktivis BEM Untirta Nijar Nazwar pada kegiatan Eksplorasi Sosiologi (EKSPOS), yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Pendidikan Sosiologi UNTIRTA, Sabtu 5 Oktober 2024.
Menurutnya, kemiskinan bukan hanya soal rendahnya pendapatan atau terbatasnya lapangan pekerjaan, tetapi juga terkait dengan akses yang tidak merata terhadap alat produksi dan sumber daya.
Konsep Marhaenisme, lanjut Nijar, mengajarkan, setiap individu berhak untuk mengelola alat produksi mereka sendiri. Hal ini tidak hanya terjadi pada sektor agraris, tetapi juga di berbagai sektor ekonomi modern.
“Sayangnya, banyak masyarakat di Banten terjebak dalam sistem ekonomi tidak adil, di mana mereka tidak memiliki akses untuk mengelola alat produksi mereka,” ujar Nijar melalui press release.
Nijar berharap pemerintah Banten untuk lebih fokus pada pemberdayaan masyarakat melalui penyediaan akses terhadap alat produksi dan pelatihan keterampilan.
“Dengan pendekatan ini, masyarakat Banten diharapkan mampu keluar dari jerat kemiskinan dan mencapai kemandirian ekonomi,” katanya.
Diketahui mahasiswa mengadakan diskusi rutin mengenai berbagai isu sosial yang dikaitkan dengan teori-teori sosiologi. Salah satu topik yang diangkat adalah kemiskinan di Provinsi Banten.
Refleksi 24 Tahun Provinsi Banten
Diskusi ini berfokus pada pengkajian bagaimana pemisahan Banten dari Jawa Barat selama 24 tahun terakhir belum berhasil menurunkan angka kemiskinan yang signifikan, meskipun pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan sosial.
Sejak resmi memisahkan diri dari Provinsi Jawa Barat pada tanggal 4 Oktober 2000, Banten berharap dapat menjadi provinsi yang mandiri dan lebih maju. Namun, setelah 24 tahun, angka kemiskinan di Banten masih tergolong tinggi dibandingkan dengan provinsi lain.
Masyarakat mempertanyakan efektivitas kebijakan yang diterapkan pemerintah provinsi. Apakah strategi yang diterapkan sudah cukup efektif, atau hanya sekadar solusi jangka pendek untuk meredam ketimpangan ekonomi?
Berdasarkan data terkini, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Banten berada di angka 75,77, yang mengalami peningkatan sebesar 0,52 poin dari tahun sebelumnya.
Meskipun terdapat kemajuan, sebagian besar masyarakat menilai bahwa pertumbuhan ini belum cukup signifikan dalam mengurangi kemiskinan secara substansial.
Pemprov Banten memang telah berkomitmen untuk menangani masalah kemiskinan melalui alokasi anggaran untuk bantuan sosial. Pemprov Banten menegaskan pentingnya koordinasi dalam kebijakan bantuan sosial, namun muncul pertanyaan: apakah bantuan sosial yang diberikan cukup efektif sebagai solusi jangka panjang?
Di samping itu, ekonomi kreatif di Banten memiliki potensi besar dengan 17 subsektor yang dapat mendorong kemajuan ekonomi provinsi.
Sayangnya, perhatian pemerintah cenderung lebih difokuskan pada pemberian bantuan sosial, alih-alih memberikan pelatihan yang dapat mendorong masyarakat untuk berinovasi dan berkreasi dalam bidang ekonomi kreatif.
Banyak anak muda di Banten sebenarnya memiliki potensi besar, terutama di sektor kuliner kreatif dan industri digital. Namun, dukungan berupa pelatihan masih minim.
Padahal, jika pemerintah memberikan pelatihan serta fasilitas yang memadai, ekonomi kreatif dapat menjadi pendorong besar dalam menciptakan lapangan kerja dan memperkuat ekonomi lokal.
Anak-anak muda yang diberi peluang untuk mengembangkan ide kreatif mereka tidak hanya akan berfokus pada mencari pekerjaan, tetapi juga dapat menciptakan lapangan kerja baru. Ini adalah langkah signifikan yang dapat mengubah perekonomian Banten dalam jangka panjang.
Kemiskinan di Banten sering kali diperdebatkan dari sisi apakah ia lebih dipengaruhi oleh faktor kultural atau struktural.
Ada anggapan kemiskinan terjadi karena masyarakat enggan bekerja keras, namun pandangan lain menyatakan ketidakmerataan dalam akses terhadap sumber daya menjadi penyebab utamanya.
Sebagai contoh, banyak rumah tidak layak huni di Banten, ini menunjukkan kebutuhan dasar masyarakat belum terpenuhi dengan baik.
Banyak keluarga mengajukan bantuan perbaikan rumah melalui program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), namun sering kali terkendala oleh persyaratan administrasi yang rumit.
Ketika kebutuhan dasar seperti tempat tinggal layak huni belum terpenuhi, masyarakat akan sulit untuk berpikir kreatif dan inovatif. Ini menjadi bukti sebelum berbicara tentang pengembangan ekonomi kreatif, pemerintah perlu memastikan kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi. (*/rls)