Oleh : Fajar Kurnia
Radikalisme masih menjadi bahaya laten di negeri ini. Masyarakat pun diminta mewaspadai penyebaran paham radikal di berbagai tempat, termasuk di lingkungan sekolah.
Insititusi pendidikan adalah tempat yang bersih dan seharusnya tidak tercampuri oleh aroma politik, bahkan radikalisme. Tentu sangat tidak etis ketika ada sekolah yang ternyata bermasalah, karena sang guru yang berstatus sebagai anggota kelompok radikal. Ia jelas melanggar hukum dan norma, karena meracuni pikiran para murid dengan paham yang berbahaya.
Masuknya radikalisme ke wilayah sekolah harus kita waspadai karena sudah ada temuan oknum di lingkungan pendidikan yang merupakan anggota kelompok radikal. Kabagbanops Densus 88 antiteror Kombes Aswin Siregar menyatakan bahwa oknum tersebut berinisial DRS, yang merupakan Kepala Sekolah di sebuah SDN di Pesawaran, Lampung.
Temuan ini tentu mengejutkan karena kaum radikal sudah menclok ke sekolah-sekolah. Berarti mereka memang mengincar institusi pendidikan dan ingin meracuni pikiran para murid yang masih lugu. Kepolosan para siswa, terutama yang masih SD, dimanfaatkan dan membuat banyak korban.
Apalagi DRS berstatus sebagai ASN sehingga ia melanggar sumpah pegawai negeri untuk setia pada negara. Jika ia berstatus anggota teroris maka bisa saja dipecat dengan tidak hormat, karena menjadi penghianat. Hukuman berat memang harus diberikan agar kapok dan tidak ditiru oleh ASN lain.
Masyarakat patut mewaspadai masuknya kelompok radikal ke sekolah-sekolah. Apalagi yang tertangkap adalah oknum kepala sekolah, sehingga memiliki jabatan strategis dan pengaruh tinggi. Bisa jadi ia menyalahgunakan kekuasaannya untuk merekrut para guru jadi kader radikalisme.
Masih diselidiki seberapa kuat pengaruh DRS ke sekolah yang dipimpinnya, tetapi penangkapannya membuat lega, karena para murid selamat dari cengkraman bahaya. Semoga tidaka da korban-korban yang teracuni akibat ulah DRS.
Untuk mencegah munculnya radikalisme di sekolah maka kita semua harus lebih waspada. Jika ada kepala sekolah atau ketua yayasan yang akan melakukan seleksi pegawai baru, jangan hanya melihat ijazah dan pengalaman mengajarnya. Akan tetapi telusuri juga jejak digital, dan biasanya terlihat di media sosialnya. Biasanya ia mem-follow akun yang berbau radikalisme, sehingga bisa tercium bahwa ia anggota kelompok tersebut.
Selain itu, para orang tua juga tidak boleh sembarangan memasukkan anak ke sebuah sekolah, agar tidak terperosok dalam jebakan radikalisme. Saat ini sudah banyak sekolah swasta yang bertebaran, tetapi wajib untuk survey dan investigasi. Jangan sampai salah pilih dan ternyata sekolah itu dimiliki oleh kelompok radikal.
Para orang tua harus mengecek sampai ke dalam sekolah, dan sebenarnya bisa terlihat ciri-ciri dari kelompok radikal. Pertama, tidak ada pajangan garuda pancasila dan foto presiden serta wapres di dinding. Kedua, tidak ada bendera merah putih yang berkibar di lapangan atau bagian sekolah lain. Penyebabnya karena kelompok radikal menyebut pemerintah adalah toghut.
Selidiki juga akun media sosial sekolah, serta ketua yayasan, kepsek, dan sampai guru-gurunya. Biasanya mereka menampakkan ciri kelompok radikal, yakni sering men-share berita hoaks yang bernada menyerang pemerintah. Ciri lain adalah mereka selalu mengkritik dan tidak setuju akan berbagai peraturan di Indonesia.
Masuknya teroris ke lingkungan pendidikan bisa jadi bencana besar, karena para murid yang lugu jadi korbannya. Jangan sampai anak-anak kita teracuni oleh radikalisme. Jadi, saat akan mendaftar sekolah, wajib untuk meneliti dan survey terlebih dahulu. Sehingga mendapatkan sekolah swasta yang baik dan tidak pro radikalisme.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiwa Cikini