Oleh : Zaki Walad
UU Cipta Kerja sempat jadi kontroversi karena ada sebagian kalangan yang salah paham. Padahal mereka hanya salah paham dan ternyata membaca draft yang tercampur dengan hoax. Nyatanya dalam UU Cipta Kerja ada klaster investasi yang menguntungkan, sehingga makin banyak penanaman modal asing di Indonesia.
Di tengah masa pandemi covid-19, sektor pariwisata sangat terpukul, karena turis asing tidak berani untuk bepergian ke Indonesia. Pengusaha tempat wisata dan hotel juga tidak bisa mengandalkan turis lokal, karena mereka sedang melakukan penghematan akibat banyak yang gajinya dipotong. Para pebisnis jadi bingung menghadapinya.
Pemerintah berusaha menolong dengan mengendurkan aturan saat fase adaptasi kebiasaan baru. Tempat wisata dan hotel boleh dibuka lagi, asal mematuhi protokol kesehatan. Pertolongan lainnya adalah dengan meresmikan UU Cipta Kerja dan membuat aturan turunannya, karena ada klaster investasi di sana.
Ketika investasi dipermudah persyaratannya, maka para penanam modal akan masuk ke Indonesia. Mereka bisa menolong para pengusaha pariwisata, agar bisnisnya tidak ditutup begitu saja. Dengan tambahan modal, maka tempat itu bisa didesain agar aman dan mematuhi protokol kesehatan. Sehingga akan menarik para tamu dan menambah okupansi.
Misalnya dengan memberi masker dan faceshield gratis kepada pegawai dan pengunjung, memberi pembatas dari kaca antara tamu dengan resepsionis, dan membuat ruang makan yang lebih besar. Sehingga bisa memuat semua tamu namun tetap mematuhi aturan physical distancing.
Selain itu, tambahan modal juga bisa dirupakan cairan disinfektan, karen sesuai standar harus disemprot 4 jam sekali.
Selain itu, investor juga bisa menanamkan modalnya di tempat lain, tak hanya di sektor pariwisata. Iskandar Simorangkir, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementrian Ekonomi RI menyatakan bahwa sektor perekonomian membaik (karena UU Cipta Kerja) dan akhirnya menarik beberapa investor untuk masuk ke Bali.
Selama beberapa puluh tahun ini, sektor pariwisata menjadi primadona bagi investor asing. Namun tahun 2020 dan 2021 mereka punya alternati untuk menanamkan modalnya ke sektor lain, yakni kerajinan tangan dan pertanian. Dalam artian, di Pulau Dewata ada potensi lain yang masih bisa dikembangkan, agar bisa menambah devisa negara.
Ketika sektor pariwisata masih kembang kempis dan banyak karyawannya yang terpaksa dirumahkan, maka mereka akan diserap oleh pengusaha di sektor kerajinan tangan. Pebisnis kerajinan tangan yang bekerja sama dengan investor akan membuat patung dan cinderamata lain, dan akan disalurkan ke pasar internasional. Karena investor punya rekanan di sana.
Selain itu, investor juga bisa memberi masukan, barang kerajinan tangan mana yang kira-kira lebih laku dijual. Seringkali seorang pengusaha lokal tahu cara mengukir dan membuat karya seni, tapi kurang bisa marketing. Investor akan mentransfer ilmu, sehingga kerja sama ini akan saling menguntungkan.
Sektor pertanian juga akan dimasuki oleh investor asing. Di Bali, hasil pertaniannya yang terkenal adalah pisang, mangga, dan buah naga. Jika ada penanam modal maka akan bisa mengolah buah-buahan agar lebih mahal saat dijual. Misalnya dengan cara dikalengkan atau dibuat selai.
Jika di Bali dimasuki oleh para investor asing, bukan tak mungkin di daerah lain juga terjadi hal yang sama. Sehingga industri akan bangkit lagi dan kondii perkonomian Indonesia pelan-pelan membaik. Kita bisa selamat dari ancaman krisis ekonomi jilid 2, dan berproses menjadi negara maju.
UU Cipta Kerja wajib didukung karena ada klaster investasi yang memudahkan masuknya penanam modal asing ke Indonesia. Mereka akan bekerja sama dengan pengusaha lokal dan berkolaborasi, agar membuat bisnis di sektor pariwisata, pertanian, dan kerajinan tangan bangkit lagi.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiwa Cikini