Oleh : Edi Jatmiko
Omnibus law yang diresmikan 5 Oktober lalu menjadi Undang-Undang yang paling menghebohkan karena diprotes oleh banyak orang. Ternyata mereka menentang karena termakan hoax. Presiden Jokowi langsung sigap dan memberikan klarifikasi sekaligus meluruskan hoax tersebut, agar rakyat memahami UU ini.
Huru-hara terjadi ketika demo menentang omnibus law. Buruh beserta mahasiswa emosi dan mengutuk UU tersebut. Namun sayang, sudah capek berunjuk rasa, ternyata mereka kena hoax karena percaya akan berita bohong seputar omnibus law. Ada banyak hoax yang beredar di media sosial dan dibuat oleh oknum yang sengaja ingin memecah-belah bangsa.
Setelah demo selesai, Presiden Jokowi berpidato untuk memberi klarifikasi seputar omnibus law. Pertama, beliau menyebut manfaat UU ini, yakni untuk membuka lowongan kerja sebanyak-banyaknya. Karena tiap tahun ada jutaan penduduk usia kerja baru. Apalagi lowongan yang diciptakan adalah industri padat karya, sehingga mengurangi pengangguran.
Presiden juga menjelaskan tentang hoax tentang omnibus law yang beredar di masyarakat. Yang paling santer diberitakan adalah dihapusnya UMR. Upah minimum ini tetap ada, walau istilahnya diubah dari upah minimum kota ke upah minimum provinsi. Perbedaan upah dari 1 kota dan lainnya dalam 1 provinsi juga tak terlalu mencolok. Jadi UMP tidak mengurangi gaji buruh.
Hoax tentang UU Cipta Kerja yang kedua adalah upah pekerja yang akan dihitung dalam satuan jam. Sehingga buruh ketar-ketir akan mendapat pengurangan gaji. Namun kata Presiden, yang betul adalah upah buruh dihitung seperti dulu. Bisa dalam satuan jam atau berdasarkan hasil kerjanya. Jadi gaji tidak akan disunat oleh perusahaan.
Selanjutnya ada hoax yang mengatakan bahwa segala jenis cuti mulai dari cuti hamil dan melahrkan, cuti tahunan, hingga cuti haid dihapus. Ini adalah hoax paling kejam, karena kenyataannya tidak ada penghapusan hak untuk cuti. Jika ada berita bohong dan menyertakan pasal pada draft RUU ini bisa dipastikan itu hasil editan yang sengaja disebarkan.
Para buruh juga termakan hoax tentang pemecatan pegawai secara sepihak. Padahal yang betul adalah setiap pemilik perusahaan tidak boleh mem-PHK karyawannya seenaknya sendiri. Apalagi jika ia dalam keadaan sakit karena kecelakaan kerja. Maka harus mendapat hak cuti khusus dan tidak boleh dirumahkan begitu saja, apalagi tanpa pesangon.
Pungkasnya, Presiden memperbolehkan tiap WNI untuk mengajukan judicial review ke MK jika merasa tidak puas dengan setiap pasal pada omnibus law UU Cipta Kerja. Seluruh keberatan dan masukan akan didengarkan dengan senang hati. Jadi tidak ada pemerintahan yang tiran dan otoriter, karena kita adalah negara demokrasi.
Pernyataan Presiden Jokowi bagaikan guyuran hujan di tengah api. Masyarakat jadi lega karena sebelumnya bingung tentang pro kontra UU Cipta Kerja dan yang digosipkan selama ini ternyata hanya hoax. Kepercayaan terhadap pemerintah kembali membaik dan seluruh elemen masyarakat mendukung perwujudan UU Cipta Kerja.
Pembuat hoax juga sudah ditangkap sehingga masyarakat tahu siapa pelaku sebenarnya. Setiap hoax yang terlanjur beredar juga sudah diluruskan, langsung oleh kepala negara. Pemerintah tentu tidak mau menjerumuskan rakyatnya dengan Undang-Undang yang merugikan. Apalagi sejak periode pertama, Presiden Jokowi berjanji untuk selalu memihak rakyat.
Klarifikasi langsung dari Presiden Jokowi membuat kalangan masyarakat tak lagi bingung tentang omnibus law UU Cipta Kerja. Seluruh hoax yang beredar selama beberapa bulan ini sudah diluruskan.
Langkah Presiden untuk berpidato setelah demo buruh selesai juga dipuji, karena menunggu tensi masyarakat menurun dulu. baru mengadakan klarifiksi tentang UU Cipta Kerja.[*]
)* Penulis aktif dalam Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini