Catatan Jelang Muktamar ke-9 PPP
Beberapa pekan terakhir, media mulai ramai memberitakan Muktamar ke-9 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang akan digelar di Makassar, pertengahan Desember 2020.
Bagi generasi yang lahir di bawah 1990-an, PPP melekat bersama Partai Demokrasi Indonesia (PDI) sebagai saluran aspirasi politik yang anti terhadap Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto.
Mengingat beberapa tokoh PPP yang masih melekat diantaranya, Ismail Hassan Metareum, Hamzah Haz kawakan dan flamboyan. Tentu, bagi yang lahir dari keluarga PPP tak mudah melupakan kedua sosok tersebut. Termasuk, terseretnya dua tokoh PPP oleh KPK yakni, Surya Darma Ali dan Romahurmuziy.
Kiprah PPP yang lahir 5 Januari 1973 dengan asas Islam. Partai yang lahir di bawah tekanan rezim Orde Baru itu tiap Pemilu selalu dihadapkan pada persoalan sulit.
Mulai Pemilu 1999 suara dan kursi PPP di Senayan mengalami penurunan. Pemilu tahun 2019, PPP hanya meraih 6,3 juta pemilih, atau 4,5 persen suara dengan menempatkan 19 anggota DPR RI di Senayan. Dari sisi jumlah pemilih tentu bertambah dibandingkan perolehan Pemilu 2009, tapi dari raihan kursi, menurun drastis.
Ketokohan pimpinan PPP nasional tiap periodik memiliki daya tarik dan basis electoral tersendiri. Sayangnya, dua periode terakhir. Dua generasi sekaligus tersandung kasus Korupsi, persis di tengah menghadapi Pemilu.
Menariknya, PPP mengalami konflik internal berkepanjangan. Sejak 2014 hingga sekarang, belum usai. Dualisme kepemimpinan terjadi di partai berlambang Ka’bah ini. Tapi, PPP tetap bertahan.
Tentu saat ini, bukan saatnya menunjuk hidung siapa salah dan bertanggungjawab atas persoalan menimpa partai. Tapi, mencari jalan keluar di tengah tantangan elektoral, dan memudarnya kepercayaan publik.
Rejuvenasi Kekaderan
Visi keumatan, dan membawa pesan Ahlusunnah Waljamaah. Terbuka pada perbedaan baik berbeda secara kultur, ras, suku, dan agama menjadi warna yang tak pernah luntur dari PPP.
Pemilu 2024 menjadi ujian terberat PPP, dimana arus elektoral berubah cepat, ditandai dengan masifnya arus teknologi informasi, semua orang dengan mudah mendapatkan informasi. Baik positif atau pun negatif.
Terlebih, 2024 merupakan masa transisi bonus demografi yang diperkirakan terjadi di tahun 2030 hingga 2040. Artinya, daya sentuh elektoral partai harus mampu masuk ke generasi muda atau dikenal generasi Milenial.
Rejuvenasi atau peremajaan dalam pengelolaan manajemen kekaderan partai tentu harus menjadi perhatian. Bukan persoalan umur dan person to person sosok pimpinan partai. Tapi, bagaimana kepemimpinan PPP mampu membuat skema terukur agar visi partai menyentuh generasi milenial.
Sehingga, kekaderan PPP mampu menjawab kebutuhan personal generasi milenial yang terakumulasi dalam empat kategori sifat dasar yakni, mampu menangkap daya imajinasi, sikap kritis, daya cipta dan keinginan berkolaborasi.
Tentu ini menjadi tantangan ke depan buat PPP. Selamat Muktamar ke-9!
)* Penulis adalah Founder Amis Jambu Syndrome