Oleh: Ken Supriyono*
“Sisa-sisa penggusuran lapak dagangan milik pedagang kios tanggul yang berada di sekitaran Pasar Rau Kota Serang masih terlihat jelas berserakan di pinggir jalan.”
Tung, begitulah kira-kira seorang kawan—jurnalis—mengirim pesan pendek via WhatsApp Group (WAG). Pesan yang awalnya hanya saya baca sekilas. Bahkan tak saya respon, sambil tetap nyruput kopi hitam tanpa gula yang masih cukup panas.
Rupanya, ada pesan lanjutan pada WAG dari teman saya itu masuk lagi. “Para pedagang yang menempati kios tanggul harus rela ketika lapaknya mencari uang digusur program xxxxx tanpa ada kejelasan akan direlokasi kemana?”Pesan lanjutan tersebut, baru saya respon. “Lah, kok enggak dilanjutkan?” Maksud saya, jika itu memang peristiwa menarik, kenapa tidak dituntaskan menjadi berita utuh.
Teman saya pun membalas singkat. “Lagi ngitung dulu soal keamanannya.” Jawaban singkat tersebut cukup membuat kaget juga. Saya jadi tanya-tanya kenapa sampai berhitung sedemikian serius.
Sementara, obrolan WAG tak ada lanjutannya lagi. Malahan, ada yang menimpali dengan obrolan tema lainnya. Saya coba scroll percakapan WAG ke atas lagi. Ternyata ada kawan lainnya, yang sebelumnya telah mengirim rilis berita dengan keterangan TU pimpinan dan protokol Pemkot Serang. Judul rilis beritanya, “Wali Kota Serang Tinjau Langsung Pelaksanaan Karya Bakti di Pasar Induk Rau.”
Rilis berita ternyata berkelindan dengan sepenggal pesan teman saya tadi. Walikota Serang Syafrudin bersama Ketua DPRD Budi Rustandi, dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah serta instansi terkait mengecek langsung pelaksanaan karya bakti, yang dilaksanakan oleh Kodim 0602/Serang di Pasar Induk Rau, sejak 13 sampai 19 Agustus 2020.
Mungkin itu yang membuat teman saya berhitung ulang menuliskan beritanya. Saya coba baca lebih detail berita rilis tersebut. Ternyata, tidak ada deskripsi bagaimana karya bakti itu berjalan. Rilis berita hanya mencantumkan pernyataan Walikota Serang Syafrudin, yang mengklaim suasana Pasar Induk Rau sudah tidak seperti sebelumnya.
Entah suasana yang dimaksud seperti apa. Yang jelas disebutkan, Pedagang Kaki Lima (PKL), sudah tidak berjualan di sepanjang jalan lingkar pasar terbesar di Kota Serang ini. Nadanya dipertegas dengan menyatakan, bahwa karya bakti itu sebagai upaya membersihkan sampah sekaligus menertibkan PKL.
Sesuai rencana, mestinya agenda tersebut juga sekaligus bertemu dengan pihak pengelola Pasar Induk Rau, yakni PT Pesona Banten Persada. Sayangnya, agenda yang didampingi petinggi-petinggi itu, tidak dapat diwujudkan. Pimpinan pihak pengelola Pasar Rau mangkir alias tidak ikut hadir serta dalam agenda itu.