Oleh: Nabila Rahmah
Dahulu perempuan hanya sebatas objek dapur, sumur dan kasur. Bagi perempuan, pendidikan dan kebebasan berpikir dianggap hal yang tabu. Namun seiring berjalannya waktu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merubah cara berfikir tersebut yang menjadikan perempuan memiliki ruang gerak dan peran strategis baik di ranah publik maupun ranah domestik.
Kini,.perempuan berlomba memenuhi kursi pendidikan hingga berebut kursi dalam kontestasi politik. Artinya, perempuan masa kini meneruskan perjuangan ibu kita Kartni dalam melepas belenggu kejumudan berfikir terhadap perempuan.
Karena sejatinya perempuan memiliki peran vital terhadap peradaban suatu bangsa dan negara. Sebagaimana pepatah arab yang artinya “Perempuan adalah tiang Negara, apabila perempuan itu baik maka baiklah negaranya, dan apabila perempuan itu rusak maka rusaklah negaranya”.
Melihat dinamika saat ini, dengan berbagai kemunculan ideologi baru akibat pergolakan pemikiran dari golongan tertentu bertujuan untuk melumpuhkan ideologi Pancasila atas dasar Pancasila dinilai tak lagi menjadi ideologi yang relevan. Tentunya hal ini dapat menjadi pin point bagi seluruh elemen masyarakat Indonesia dalam menjaga dan mempertahankan ideologi negara yakni pancasila.
Pancasila dilahirkan pada tanggal 01 Juni 1945, dan hari kesaktiannya diperingati setiap 1 Oktober. Selain diperingati hari kelahirannya, hari kesaktian Pancasila dalam fakta sejarah merupakan legitimasi pemerintah masa Presiden Soeharto dalam mengembalikan Pancasila dari gangguan ideologi atau paham selain Pancasila.
Maka dari itu, harapannya dalam peringatan hari kesaktian pancasila, tidak hanya sebatas diingat dan menjadi peringatan seremonial belaka, namun nilai-nilai Pancasila dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari- hari. Karena pancasila merupakan landasan falsafah hidup dalam bernegara dan berbangsa.
Lalu bagaimana agar Pancasila tetap terjaga dan dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari hari?
Perempuan memiliki empat peran strategis dalam membumikan dan menjaga nilai-nilai Pancasila. Pertama, peran perempuan sebagai ibu, merupakan madrasah Pancasila pertama bagi setiap anak-anaknya dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila sejak dini.
Seperti, mengajarkan untuk taat beribadah, berbuat baik kepada sesama, saling menghormati dan menghargai. Sehingga nilai-nilai pancasila tersebut dapat tercermin pada prilaku anak dalam kehidupan sehari-hari.
Kedua, peran perempuan sebagai istri. Dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila di ranah domestik, istri memiliki peran penting agar menciptakan keluarga harmonis. Dengan menanamkan prilaku saling mengasihi dan menghormati terhadap suami. Karena dalam ranah domestik suami dan istri merupakan relasi utama yang harus dibangun atas dasar kerukunan menuju keluarga bahagia.
Ketiga, peran perempuan sebagai anak dari kedua orang tuanya. Perempuan sebagai anak merupakan mata air bagi setiap orangtuanya, seperti permata yang harus dijaga. Karena perempuan kelak akan menjadi generasi penerus madrasah selanjutnya.
Sebagai anak, perempuan memiliki tanggungjawab dalam dirinya untuk menjadikan Pancasila sebagai landasan hidup agar menajadi perempuan yang bernilai, berkarakter dan dapat berpengaruh bagi kemajuan suatu peradaban.
Keempat, perempuan sebagai individu sosial. Tentunya perempuan harus mengambil peran strategis dalam ranah publik. Sehingga perempuan dapat menjadi roda penggerak dalam membumikan nilai-nilai pancasila melalui komunitas-komunitas, kegiatan sosial dan masyarakat secara umum.
Oleh karena itu, harapannya setiap perempuan dapat bersinergi, saling memotivasi dan mendorong perempuan lainnya agar memiliki kesadaran dalam membumikan dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila melalui perannya, demi mewujudkan generasi penerus bangsa yang berkarakter Pancasila.
)* Penulis merupakan Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta