Oleh: Nedi Suryadi
Hallo sahabat pembaca Tirtayasa.id gimana kabarnya? Katanya Pilkada ditunda? Dilema ya? Keselamatan rakyat memang harus diutamakan. Bukan saja dari Covid-19, tetapi juga dari virus politik yang kebablasan. Tapi, akhirnya Pilkada tetap berlanjut, 9 Desember 2020.
Ingat, kita punya hukum kebiasaan yang berlaku dengan sendirinya dan tidak berubah. Kebiasaan mimbar politik kita diisi dengan narasi saling menjatuhkan bukan beradu gagasan yang berdasar pada pengetahuan.
Karena masih Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), kita dibatasi untuk membuat kerumunan dan berusaha sebisa mungkin tetap tinggal dirumah, bagi yang punya rumah. Maka saya akan mengajak para pembaca berjalan-jalan dialam pikiran saja.
Saya ingin mengajak anda sejenak jalan jalan ke masa lalu, dimana waktu itu Plato masih ada dan berkeliling kota, nongkrong diwarung kopi sambil pesan mie pake nasi.
Pilkada bertujuan melahirkan manusia terbaik menjadi seorang pemimpin. Di kita lebih akrab disapa penguasa, karena mungkin masyarakat melihat kecenderungannya pemimpin menguasai bukan memimpin. Baik, kita sepakati menggunakan kata penguasa. Dan jalan-jalan kita mulai.
Apa yang dikemukakan oleh Plato dalam Republik mengenai penguasa, bahwa yang layak menjadi pemegang kekuasaan adalah orang pilihan yang dianggap terbaik dan yang paling unggul diantara semua orang pilihan, yakni orang dengan pengetahuan dan kebajikan yang sempurna.
Meski kabarnya, pernyataan Plato ini dianggap mustahil oleh muridnya sendiri Aristoteles. Karena orang semacam itu, tidak mungkin dijumpai dimuka bumi ini. Maka yang terpenting menurut Aristoteles ialah bukan mencari orang yang terbaik melainkan menyusun hukum yang terbaik.
Menurut Saya, pada dasarnya manusia memiliki potensi memiliki pengetahuan dan berbuat kebajikan. Hanya saja, tekanan dari lingkungan yang sering menjadi halangan. Dalam konteks politik kekuasaan kita, kuatnya transaksi kepentingan yang pada ahirnya pengetahuan dan kebajikan sering dikesampingkan.
Indikasi ini bisa disimpulkan dari anggapan masyarakat, bahwa kekuasaan lebih mementingkan golongan. Politik semestinya mampu mendistribusikan keadilanpun, akhirnya macet di tengah jalan.
Tentu saja keadilan dapat kita peroleh dari sebuah aturan, kita kenal dengan sebutan hukum. Hukum yang terbaik diusulkan Aristoteles akan terwujud, jika yang membuat hukum itu memiliki pengetahuan dan kebajikan seperti yang diinginkan Plato.
Pilkada yang saat ini tengah diperdebatkan ditunda atau dilanjutkan, adalah upaya untuk melahirkan manusia berkualitas bukan sekedar popularitas. Peran Partai Politik dan Penyelenggara Pemilu tentu sangat besar dalam melahirkan sosok manusia pilihan yang paling unggul ini.
Saya tidak tahu secara mendalam bagaimana proses kaderisasi yang dilakukan oleh partai, tapi jika ini dilakukan secara ideal, maka kaderisasi menjadi faktor penunjang penting melahirkan manusia unggul, bukan saja unggul secara angka, tetapi pengetahuan, loh ya.
Dalam waktu dekat ini, KPUD akan mengumumkan seleksi berkas para bakal calon. Jika lanjut, maka pada tanggal 23 september akan ditetapkan pasangan calon. Untuk mendapatkan manusia unggul seperti telah Saya bahas di atas, rasanya tidak hanya cukup dengan seleksi berkas.
Agak aneh memang, jika menjadi komisioner KPU harus melewati serangkaian test. Diantaranya, test psikologi dan wawancara, tetapi test ini tidak berlaku bagi para bakal calon yang mendaftar ke KPU.
Padahal jika kita liat dari ruang lingkupnya, antara komisioner KPU dengan kepala daerah tentu lebih luas kepala daerah, karena mencakup semua wilayah. Harusnya persyaratannya lebih lengkap dibanding calon Komisioner KPU.
Kedepan Saya berharap, KPU memberlakukan tes psikologi dan wawancara kepada setiap bakal calon, dengan materi kepemimpinan dan pemerintahan. Rakyat harus diberi tahu mengenai konsep kepemimpinan, konsep pemerintahan, konsep politik, ekonomi dan lain sebagainya.
Banyak tokoh kompeten di negeri ini yang mampu menguji isi kepala calon para pemimpin kita. Memang semua konsep itu tercantum dalam visi misi setiap calon, tetapi belum teruji secara ilmiah.
Di Banten sendiri, berobat gratis dengan hanya menggunakan KTP adalah salah satu bukti dari kegagalan konsep yang belum teruji. Begitulah. Selebihnya terserah, apakah Pilkada ini akan melahirkan manusia berkualitas atau melahirkan manusia formalitas.
)* Penulis adalah Penggiat Media Sosial