Refleksi 20 Tahun Provinsi Banten
Oleh: Fauzan Dardiri
Gerakan pemberontakan 30 September 1965 siapa tak tahu? Pemutaran film kekejaman pembunuhan pun disuguhkan. Nyawa para petinggi tentara tak lagi berharga, disiksa, bahkan dibuang ke area yang dikenal ‘Lubang Buaya’ Tangisan istri, anak, keluarga sulit terbayang.
Apakah semua penayangan kekejian itu benar-benar ada? Atau hanya membunuh citra para aktivis dan lembaga Partai Komunis Indonesia (PKI). Saya termasuk orang percaya, jika PKI benar melakukan pemberontakan, hingga berupaya melakukan penetrasi (kekuasannya) hingga ke daerah-daerah di Banten.
Saya mendapat cerita dari orang tua. Misalnya, di Masjid Desa Pagelaran, Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak. Hingga kini jamah tak kurang dari dua baris saat berjamaah solat Subuh. Penyebabnya, santri dan warga bersepakat menjaga keamanan kampung dari kepungan PKI (Dahulu Pagelaran dikenal wilayah Santri).
Termasuk mengamankan Ulama dan Kyai dari ‘Penculikan’ saat waktu solat. Akhirnya hingga kini jamaah solat subuh di Masjid Pagelaran tetap banyak. Telah menjadi tradisi, mulai dari menjaga kepungan PKI kini menjadi kebiasaan sehari-hari. Memang masih perlu diverifikasi ulang cerita ini.
Keinginan Banten memisahkan diri dari Jawa Barat berlangsung sejak 1953. Berbagai literasi pun mencatatnya. Mulai usulan menjadi daerah Istimewa seperti halnya DIY, DKI akhirnya tak terwujud. Kejayaan Banten fenomenal. Sukses dalam perdagangan hingga membuat mata uang sendiri.
Suara untuk memisahkan diri terus bergelora. Tahun 1963, Bupati Serang Gogo Sandjadirdja membentuk Panitia Pembentukan Provinsi Banten (PPB), yang diisi beberbagai elemen termasuk aktivis PKI di Alun-alun Serang. 1964 PPB pun bertemu Mendagri Mayjen Sumarno.
Angin pemekaran pun hadir. Sayangnya, 1965 pemberontakan PKI dimulai. Akhirnya pemekaran provinsi pun kandas. Terlebih, era Orde Baru menata pemerintahan pasca PKI. Pemerintah menyisir berbagai kelompok dan aktivis teraviliasi PKI. Banten pun gagal menjadi provinsi.
Konsolidasi berganti, tokoh-tokoh pun berganti. Aktivis 1966 kembali menyuarakan pemisahan. Tapi itu pun kandas. Karena masih dalam penataan dan pembersihan aktivis PKI. Bahkan, 1967 usaha tokoh-tokoh Banten pun kembali gagal.
1968 Uwes Qorny dan rekan aktivis 66 di Bandung kembali menyuarakan pemekaran. Tapi, lagi-lagi gagal. Para tokoh terus mengkonsolidasi diri, memantapkan pemekaran. Hingga akhirnya era Orde Baru, Presiden Soeharto mundur atau dikenal era Reformasi Mei 1998.
Juli 1999 di Alun-alun Serang. Kembali bersuara, kebulatan tekad pemekaran. Hingga menemukan puncaknya. Tentu berbagai dinamika pun terjadi. Pergantian Soeharto ke BJ. Habiebie, hingga Abdurrahman Wahid (Gusdur). Melalui sidang paripurna 4 Oktober 2000 di sahkannya RUU Pembentukan Provinsi Banten Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten.
Andai saja 30 September 1965, PKI tak melakukan pemberontakan, bukan tidak mungkin Banten telah lama menjadi sebuah Provinsi. Berbeda soal pemerataan dan kesenjangan pembangunan masyarakat Banten. Bukan berapa lama siapa memimpin, tapi sejauhmana pemimpin serius mengabdikan diri untuk janjinya.
Selamat Hari Ulang Tahun Provinsi Banten ke-20 Tahun. Semoga ketimpangan dan pemerataan pembangunan bisa segera terselesaikan. Karena, kita tak bisa menitipkan harapan pada secangkir kopi.
Wallahualam. (*)
)* Penulis adalah Founder Amis Jambu Syndrome