Sebuah Catatan Harian
Oleh: Tolib
Malam itu hujan grimis mulai turun, Sambil merenungkan tentang cinta yang ditemani segelas kopi hitam buatan sang gadis desa dan sebatang rokok yang telah digenggaman tangan, melintas dikepala sebuah kegelisahan bagaimana hari esok.
Jalan mulai sepi hanya ada suara tongeret yang terus berkicau satu persatu, kopi buatan gadis desa itu baru diminum satu kali, rokok yang sudah dibakar dengan korek api mulai mengeluarkan bau asap yang khas.
Sembari melamun tentang bagaimana hari esok, mata mulai berkaca-kaca seakan menahan air mata yang tak lama lagi menetes jatuh ke tanah.
Sang gadis desa itupun bertanya, Mas kenapa matanya merah? Lagi patah hhati yah? Sambil menatap kearah jalan yang sepi sang gadis desapun bertanya kembali sebelum pertanyaanya terjawab, Mas kerja dimana?
Mata yang sudah tidak bisa menahan air mata, hati dan pikiran merasa gelisah, mencoba menjawab pertanyaan sang gadis. “Tidak apa-apa, bukan soal patah hati karena cinta” jawaban pertama pertanyaan sang gadis. “Saya udah enggak kerja Baru di pecat dari pekerjaan” jawab pertanyaan sang gadis yang kedua kalinya.
Sang gadis pun mulai terlihat heran atas jawabannya, iapun bertanya kembali, Latas kenapa mas seperti orang yang sedih sampai mau meneteskan air mata? Apalagi kalau bukan karena sedang kecewa? Kalau pekerjaan kan bisa nyari lagi mas atau usaha. Tanya gadis itu sambil memberskan gelas bekas pelanggannya.
Sunyinya malam dengan hujan gerimis yang tak kunjung reda, sedikit demi sedikit rokok yang ada di genggaman tangan mulai habis, bibir bergetar dengan lidah seakan tak mau menjawab akhinya dengan terpaksa menceritakan tentang kegelisahan itu.
“Saya hanya melamun, bukan karena kekecewaan” sambil minum kopi. sang gadispun betranya kembali sebelum jawaban itu selesai, lantas kenapa? Apa yang mas pikirkan apalagi sampai mau menangis? Pasti bisa bangkit kembali, tetap semangat mas kekasihmu menanti.
Sambil menatap sang gadis, kembali melanjutkan jawaban “Saya bukan sedih karena saya harus kerja keras mencari pekerjaan, tapi saya sedih karena memikirkan hari esok yang tidak tau bisa makan atau tidak” Sambil menyalakan korek api membakar sebatang rokok, mulut kembali bercerita “Anak saya harus jajan setiap harinya ditambah lagi membeli kuota karena kelas online, dapur yang harus tetap ngebul, beras hampir habis sedanggkan saya tidak tau harus mencari jalan kemana lagi agar mendapatkan pekerjaan, memulai usaha modal yang tidak ada,” Air matapun tak terasa keluar secara pelan-pelan melintas di pipi lalu jatuh ke tanah.
Sang gadis desa berkata “Sabar mas namanya cobaan” sambil menutup warungnya, tidak terasa hari sudah larut malam hujan gerimis sudah reda, Sang Istri yang sudah menelpon dengan rasa khawatir menanyakan beberadaan, Kopi yang tak habis diminum dikembalikan kepada sang gadis, “Kasbon dulu yah hitung aja sama yang kemarin”. Iya mas, santai aja maaf ini udah malam mau tutup. Jawab sang gadis penjaga warung kopi itu.
Sambil memakai jaket, mengambil kunci motor lalu bergegas pulang, sesampainya di rumah dengan hati yang gelisah, sang istri membukakan pintu depan rumahnya, sambil mendorong motor bututnya. Lalu sang istri brtanya. Mas dari mana sudah makan belum?
“Tadi dari rumah temen, menanyakan pekerjaan”. sambil mengajak istrinya duduk di tikar yang sudah rusak, air mata menetes mecoba menanyakan persediaan beras dan uang untuk hari esok.
Sang istri menjawab “Tadi beras tinggal sedikit lagi sudah di masak sekarang sudah habis, uang sudah tidak ada” sambil merenung mendengar jawaban sang istri, “Gimana kalau motor butut itu kita jual dulu buat modal usaha kecil-kecilan dan persediaan kita” Sang istripun tak tahan menahan air mata mendengar ucapan suaminya.
Sang istripun berbicara “Laku berapa? Mas mau usaha apa?” Sambil memeluk suaminya. “Kita jual aja selakuknya, ya mungkin jualan asongan yang penting kita bisa bertahan sampai mas mendapatkan pekerjaan lagi, kamu jangan sedih kita pasti bisa bangkit” Sambil mengelus rambut istrinya dan mengajak ke kamar.
Pikiran mengambang gelisah akibat pandemi Covid-19. Tak tahu kapan berakhir agar bisa kembali mencari pekerjaan, hari mulai pagi ayam tetangga mulai berkokok menandakan terbenamnya matahari, suara adzan subuh yang merdu dari mesjid mulai berkumandang mata yang tidak bisa tidur karena kegelisahan hati dan pikiran.
Keluar dari kamar mengambil air wudhu untuk sholat subuh dan berdoa kepada Allah SWT agar diberikan ketabahan, sang istripun bangun dan keluar lalu solat subuh berjamaah, setelah itu sang istri menyuruh suaminya untuk tidur agar kesehatannya tetap terjaga.
Sesaat bangun tidur, suaminya yang sudah berniat untuk menjual motornya akhirnya berangkat menjual motor butut satu-satunya itu agar bisa bertahan hidup sampai Corona ini berakhir.
Pandemi Covid-19 menyebabkan banyak PHK, memperlambat pertumbuhan ekonomi sehingga Indonesia dan negara-negara lain terancam resesi menjadi kegelisahan semua orang terutama kaum buruh yang sudah di berhentikan dari pekerjaanya. (*)