Oleh : Eko Supriatno
Pengurus Besar Mathla’ul Anwar (PBMA) akan membangun rumah sakit dan klinik kesehatan yang rencananya diresmikan pada akhir tahun 2021.
Sebelumnya pernah dikatakan Kiai Embay, rencana ini adalah salah satu bentuk kepedulian Mathla’ul Anwar kepada kesehatan masyarakat, khususnya di Provinsi Banten.
Kiai Embay menjelaskan, bahwa rumah sakit dan klinik itu didirikan untuk menjawab kebutuhan dasar masyarakat.
“Ke depan sesuai perkembangan dan kemampuan, kita tingkatkan menjadi sebuah rumah sakit. Kami mohon do’anya agar segera terwujud” kata Kiai Embay.
Inilah salahsatu sisi kemanusiaan yang terus digelorakan oleh Mathla’ul Anwar. Kegiatan ini pun semakin mengukuhkan Mathla’ul Anwar sebagai organisasi sosial kemasyarakatan yang terus melakukan ‘Pemuliaan Kemanusiaan’.
Mathla’ul Anwar terus berkhidmat untuk membantu dan memuliakan kemanusiaan manusia. Bukankah pembangunan kemanusiaan yang utuh merupakan investasi peradaban yang agung?
Mathla’ul Anwar pun akan terus mengambil peran pemerdekaan dan pembudayaan demi terciptanya masyarakat yang sebenar-benarnya.
Pesan Sosial Kiai Embay
Di beberapa kesempatan, Ketua Umum Pengurus Besar Mathla’ul Anwar (Ketum PB MA) Kiai Haji Embay Mulya Syarief selalu mengatakan bahwa sesungguhnya Islam adalah agama yang sangat menekankan kasih sayang dan peduli sosial.
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, kata Kiai Embay, pernah menyatakan kaadal faqru an yakuuna kufran yang artinya bahwa kemiskinan itu, kefakiran itu akan menjerumuskan seseorang pada kekufuran.
Oleh karena itu, lanjut Kiai Embay, Nabi Muhammad saw. bersabda irhamu man fil ardi, yarhamkum man fissamaa yang artinya sayangi yang ada di bumi, maka niscaya engkau akan disayangi oleh yang ada di langit.
Kiai Embay mengatakan, “Lahuma fissamawati wama fil ardi, artinya semuanya yang ada di langit dan di bumi ini adalah kepunyaan Allah.”
Oleh sebab itu, dia menyampaikan bahwa harta yang dititipkan kepada manusia itu oleh Allah diwajibkan untuk diberikan (dizakatkan) hanya sebesar 2,5 persen dari yang mereka miliki.
Selain itu, ulama kelahiran Pandeglang, Banten, 4 Maret 1952 itu juga berpesan bahwa seseorang dalam beribadah itu tentunya juga harus berilmu.
Memuliakan Kemanusiaan
Memuliakan Kemanusiaan menunjuk pada perilaku orang-orang yang sangat peduli dengan nilai-nilai islami, yang bersifat sosial. Bersikap santun pada orang lain, suka menolong, sangat concern terhadap masalah-masalah ummat, memperhatikan dan menghargai hak sesama; mampu berpikir berdasarkan perspektif orang lain, mampu berempati, artinya mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain, dan seterusnya.
Memuliakan Kemanusiaan dengan demikian adalah suatu bentuk kesalehan yang tak cuma ditandai oleh rukuk dan sujud, puasa, haji melainkan juga ditandai oleh seberapa besar seseorang memiliki kepekaan sosial dan berbuat kebaikan untuk orang-orang di sekitarnya.
Sehingga orang merasa nyaman, damai, dan tentram berinteraksi dan bekerjasama dan bergaul dengannya.
Dalam Islam, sebenarnya ‘Memuliakan Kemanusiaan’ itu merupakan suatu kemestian yang tak usah ditawar. Keduanya harus dimiliki seorang Muslim, baik kesalehan individual maupun kesalehan sosial.
Agama mengajarkan “Udkhuluu fis silmi kaffah!” bahwa memuliakan kemanusiaan dalam Islam mestilah secara total !”.
Ya, shaleh secara individual/ritual juga saleh secara sosial. Karena ibadah ritual selain bertujuan pengabdian diri pada Allah juga bertujuan membentuk kepribadian yang islami sehingga punya dampak positif terhadap kehidupan sosial, atau hubungan sesama manusia.
Dengan demikian, Islam bukan agama individual. Ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad adalah agama yang dimaksudkan sebagai rahmat bagi semesta alam (Rahmatan lil alamin).
Agama yang tidak hanya untuk kepentingan penyembahan dan pengabdian diri pada Allah semata tetapi juga menjadi rahmat bagi semesta alam.
Karena itu, dalam al-quran kita jumpai fungsi manusia itu bersifat ganda, bukan hanya sebagai abdi Allah tetapi juga sebagai khalifatullah.
Khalifatullah berarti memegang amanah untuk memelihara, memanfaatkan, melestarikan dan memakmurkan alam semesta ini, karena itu mengandung makna hablum minan nas wa Hablum minal alam.
Ya, agama adalah akhlak, agama adalah perilaku dan agama adalah sikap. Semua agama tentu mengajarkan kesantunan, belas kasih, dan cinta kasih sesama, seperti halnya juga Islam.
Bila kita cuma puasa, shalat, baca al-quran, banyak berzikir, namun dalam sikap keseharian masih suka memfitnah, menebarkan kebencian, tidak amanah dan bertanggung jawab pada tugas, saya kira belum layak disebut orang yang beragama dengan baik.
Tetapi, bila saat bersamaan kita menjaga integritas diri, menjaga kesalehan sosial, kesalehan profesional dan kesalehan terhadap alam, maka itulah sesungguhnya orang beragama.
Islam adalah Ajaran Sosial
Ajaran Islam adalah ajaran sosial, ajaran yang mementingkan kebersamaan.
Menurut Imam Al-Nawawi dalam Fatwa-nya, seorang hamba yang mengenali dirinya sebagai hamba yang lemah, faqir, dan sangat membutuhkan pertolongan Allah SWT, dengan menjalankan ibadah dan penghambaan yang tulus ikhlas, dengan penuh kesungguhan, maka dia akan mampu mengenali dan memahami bahwa Allah adalah Mahamulia, Kuasa, Kaya, dan sebagainya.
Ibadah yang sempurna, oleh Rasulullah SAW, setidaknya ditunjukkan dalam empat perilaku ibadah yang terdiri atas tiga perilaku ibadah sosial dan satu perilaku ibadah ritual yang makin meningkat.
Pertama, ifsya’ al-salam atau menebar kedamaian, kenyamanan, dan kebahagiaan. Indikator Ibadah yang sempurna ibadah adalah manakala ibadah sosialnya makin tinggi, serta menghadirkan kebahagiaan dan kedamaian bagi orang lain.
Kedua, ith’am al-tha’am atau memberi makan orang yang membutuhkan ulurannya. Ini bisa secara harfiah dan karitatif memberi makan orang yang kelaparan. Bisa juga secara syar’i berarti memberi makan dalam jangka panjang, membantu orang lain dengan memberikan pekerjaan agar dia bisa makan dalam jangka panjang.
Ketiga, shilatu al-arham atau silaturahmi. Orang yang Ibadah yang sempurna pantang mengurung diri, eksklusif, dan membatasi pergaulan. Namun, mereka akan rindu dan thamak untuk bersilaturahmi. Silaturahmi merupakan instrumen untuk membuka jalan rezeki dan memperpanjang umur (hadis shahih). Tiga indikator tersebut merupakan wujud ibadah sosial. Dengan demikian, indikator utama kemabruran ibadah haji lebih didominasi ibadah sosial ketimbang ritual.
Keempat, shallu wa al-nas niyam yang berarti salat malam pada saat kebanyakan orang sedang tidur nyenyak. Rasulullah menghabiskan sepertiga malam terakhir untuk mengerjakan salat malam (qiyam al-lail) sampai kaki beliau bengkak dan bahkan berdarah.
Ketika Siti Aisyah ra bertanya, ’’Ya Rasulullah, mengapa Engkau yang sudah dijamin surga oleh Allah masih harus menghabiskan waktu hingga kaki Engkau bengkak?’’ Beliau pun menjawab: ’’Apakah tidak boleh aku menjadi hamba Allah yang bersyukur?’’
Kekuatan Mathla’ul Anwar
Organisasi Mathla’ul Anwar telah berhasil menapak di abad kedua sejak pertama didirikan di Menes 105 tahun lalu.
Satu abad bukan perjalanan yang singkat untuk sebuah organisasi masyarakat berbasis keagamaan ini. Bahkan Mathla’ul Anwar sudah hadir di berbagai negara dan propinsi di Indonesia.
Tidak diragukan lagi, Mathla’ul Anwar adalah organisasi keagamaan yang mampu merangkul seluruh warga negaranya dari berbagi spektrum identitas.
Hanya dengan berusaha masuk lewat pikiran, mata, telinga, dan perasaan manusialah, warga MA akan mampu menjadi pribadi yang memahami satu sama lain. Di sinilah terletak esensi ‘Memuliakan Kemanusiaan’ yang dibawakan Mathla’ul Anwar.
Dengan saling berkepemahaman yang baik, kerja sama dan berbagai kinerja positif dapat dilakukan sejalan dengan hasanah kehidupan demokratis yang diagungkan bangsa kita.
Dengan prinsip dasar ‘Memuliakan Kemanusiaan’, negara selayaknya menyadari pentingnya people power yang menjadi sumber daya Mathla’ul Anwar yang paling realistis untuk kekuatan dan keberlangsungan suatu bangsa.
Kekuatan inti terdalam Mathla’ul Anwar adalah penguatan jejaring dan relasi sosial dengan pihak-pihak yang mempunyai komitmen yang sama dalam memajukan peradaban. Kerja peradaban ini tidak mudah jika harus dipikul sendiri oleh Mathla’ul Anwar.
Mathla’ul Anwar perlu terus membina kanal-kanal kemasyarakatan. Proses pembinaan itu bertumpu pada kerja dinamis dan sistematis sebagai upaya mendorong kemajuan bangsa. Kanal-kanal itu bisa dimulai dari organisasi otonom dan atau majelis dan lembaga Mathla’ul Anwar.
Mathla’ul Anwar dengan segala potensi yang dimiliki harus terus dan tetap menjadi pelopor, pelangsung, dan penyempurna kebangsaan.
Kekuatan yang dimiliki Mathla’ul Anwar tersebut adalah kekuatan prinsip gerakan, sumber daya manusia (SDM), sistem organisasinya, kiprah amal usaha dan dakwah Mathla’ul Anwar sendiri.
Prinsip gerakan Mathla’ul Anwar adalah Khittah-nya Mathla’ul Anwar tercermin dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: Berpegang teguh dengan Al-qur’an’an dan As-Sunnah, Bersatu dalam Aqidah, Berjama’ah dalam Ibadah, Bertoleran dalam khilafiyah, Bersikap tegas terhadap bid’ah, Berorentasi kepada mashlahatil ummah, Berpiawai dalam siyasah, Bersama membangun masyarakat dengan pemerintah, dan Berjuang di jalan Allah SWT, khittah tersebut yang mencerahkan keadaban bangsa dan ini sudah masuk ke seluruh aspek kehidupan warga Mathla’ul Anwar.
Sumber Daya Manusia (SDM) Mathla’ul Anwar juga menjadi kekuatan tersendiri dalam membangun dan membesarkan organisasi tersebut. SDM di Mathla’ul Anwar merupakan sumber daya insani yang cerdas, dan memiliki nalar kritis yang kuat sehingga mampu membangun solusi atas masalah kemasyarakatan, berbangsa dan bernegara dengan baik.
Sistem organisasi Mathla’ul Anwar yang mandiri juga menjadi kekuatan besarnya organisasi ini. Kemandirian organisasi ini bisa dilihat dari banyaknya madrasah, perguruan, hingga amal usaha yang didirikan dan di kelola dengan baik oleh Mathla’ul Anwar.
Kiprah amal usaha Mathla’ul Anwar baik dibidang kesehatan melalui dirintasnya rumah sakit ini juga menjadi kekuatan tersendiri bagi organisiasi ini.
Gerakan dakwah yang dikembangkan oleh Mathla’ul Anwar untuk menciptakan Indonesia yang ‘menata umat, merekat bangsa’.
Meski begitu, Mathla’ul Anwar ke depan dituntut untuk menghadirkan dakwah yang lebih maju. Yaitu dakwah memuliakan kemanusiaan sebagai mana prinsip gerakan Mathla’ul Anwar.
*) Eko Supriatno, Dosen Prodi Ilmu Pemerintahan UNMA Banten, Penekun Kajian di Lorong Diskusi, Ketua Departemen Humas Pengurus Besar Mathla’ul Anwar (PBMA)