Refleksi Diesnatalis ke-58
Oleh : Fauzan Dardiri
5 Februari selalu memberi makna bagi Keluarga Mahasiswa Lebak (KUMALA). Selain, merefleksikan sejarah panjang kiprah dan perjalanannya, KUMALA memberikan ruang diskursus di berbagai kalangan.
Bagi para tokoh Jawa Barat dan Banten, ketokohan pendiri KUMALA, Ka Uwes Qorni (Alm), Hasan Al Idrus, dan Soeganda Priyatna, tak diragukan lagi. Semangat perubahan dan kiprahnya mulai dari kuliah hingga kini, masih kerap terdengar melalui cerita para tokoh saat sesekali berbincang.
Kehadiran Kumala yang bertujuan untuk mengangkat harkat dan martabat pelajar dan masyarakat Lebak melalui jalur pendidikan. Banyak cerita, para pendiri rela menjual barangnya, saat menempuh pendidikan demi bertahan hidup di rantau bersama rekan-rekannya.
Mendirikan KUMALA, bagi Uwes Qorni dan para Kumolot lainnya, seperti jalan untuk mengurai ketimpangan kesejahteraan melalui jalur pendidikan. Semangat ini, tak berhenti sampai selesai kuliah, bahkan hingga lanjut usia.
Usaha tersebut tak henti saat aktif di KUMALA. Ka Uwes menjadi PNS di Jawa Barat. Tapi, semangat dan dedikasinya buat Lebak masih tetap menggelora. Bersama rekan seperjuangannya, Ka Uwes berkontribusi mengkonsolidasi berbagai elemen menyuarakan pembentukan Provinsi Banten.
Nama Alm. Uwes Qorni, hingga kini dikenang banyak tokoh. Hidupnya yang sederhana, dekat dengan generasi di bawahnya kini menjadi spirit kebersamaan yang dikenal kita sebut ‘Kekeluargaan’. Ya, kan sampai saat ini KUMALA menjadi organisasi berbentuk kekeluargaan.
Wajar, jika style gerakan KUMALA identik warna para tokoh pendiri. Tapi, jika semangat dan kegigihannya luntur, tentu ini menjadi tugas bersama, para alumni, pengurus dan para kader yang saat ini masih aktif membersamai KUMALA.
Kiprah, para kumolot KUMALA kini tentu tak jauh berbeda. Banyak, diantara mereka berkiprah dalam berbagai bidang. Tak hanya di pendidikan, sosial, politik, wiraswasta, dan ada yang menjabat sebagai Kepala Desa.
Keberlangsungan KUMALA hingga kini masih berjalan. Kehadiran perwakilan dan komisariat di berbagai daerah dan kampus. Pertanyaannya, apakah KUMALA masih relevan menjadi pilihan mahasiswa (asal Kabupaten Lebak) untuk dipilih?
Tentu jawabannya beragam. Bahkan, ada pula yang menganggap KUMALA tak lagi penting menjadi tempat berproses mahasiswa. Tapi, ada juga yang menganggap organisais menjadi hal penting. Begitu bukan?
Bagi kami yang merasakan pentingnya, tempaan dan sentuhan organisasi dalam kehidupan. Tentu, menganggap keberadaan KUMALA sangat penting. Asalkan, para pengurus dari semua tingkatan menghadirkan kebaharuan.
Ada tiga hal yang perlu menjadi formula para pengurus dan keluarga besar KUMALA. Sehingga KUMALA tetap menjadi pilihan, mahasiswa untuk berposes. Selain, kekeluargaan yang saat sampai ini masih tetap terawat.
Pertama, KUMALA menjadi tempat tumbuhnya kaum intelektual atau Intelektual growth. Seperti, tradisi diskusi dan mempertajam penyelesaian masalah menggunakan pendekatan keilmuan.
Kedua, KUMALA menghadirkan dan menularkan soft skill, sehingga setelah rampung kuliah, aktivis KUMALA bisa beradaptasi dengan dunia nyata, penuh dinamika. Sedangkan, ketiga, Impact social, kehadiran KUMALA dituntut dapat memberikan manfaat atau yang kita kenal Khoirunnas Anfauhum Linnas.(*)
*) Penulis Pengurus Koordinator KUMALA Periode 2012-2014, Founder Amis Jambu Syndrome