Oleh : Fauzan Dardiri
Sejak pagi gawai andalan ku tak stabil. Memori penuh, plus terkena air hujan. Tak sengaja menerobos rintik hujan di perjalanan pulang. Usai mengikuti kegiatan di lingkungan Pekijing, Kalang Anyar, Kecamatan Taktakan, Kota Serang.
Hange istilah elektronik. Seringkali dikaitkan butuh refresh sejenak. Bukan hanya, gawai. Basah kuyup air hujan menyebabkan sedikit meriang. Tapi, tak mesti terlena. Kaki pun beranjak, menyelesaikan tugas akhir di penghujung hari. Berat dan ringan, tergantung kita. Bukan itu, yang menjadi pembahasan.
Tiba-tiba, salah satu adik Saya seperti biasa. Meminta waktu luang untuk sekedar ngopi. “Ka, ngopi yuk, di tempat biasa” tanpa basa-basi. “Oke, jam 21.00 meluncur”. Tak lama, kami pun bertemu. Seperti tradisi. Sejak setahun terakhir. Kami sering kali bertemu. Saya pun bingung, kami tak punya tema khusus.
Kopi, selalu saja jadi alasan kami bertemu. Bukan hanya dengan adik Saya, termasuk yang lain. Saya sempat berfikir. Kalau saja tak ada Kopi. Sepertinya, sulit bagi kami mencari alasan hanya untuk bertemu. Terlebih ini di masa Pandemi Covid-19.
Tiap hari, kasus Covid-19 bertambah. Tak seimbang, antara pasien sembuh dengan pasien terkonfirmasi positif. Angkanya pun bisa dikatakan fantastis. Tapi, lagi-lagi Kopi, menjadi alasan kami hanya untuk sekedar bertemu. Memecah suasana, atau disebut refresh.
Tawa pun terpancar, di tengah kenyataan pahit resesi. Dampaknya, akan terjadi penurunan perekonomian. Jika kondisi terlalu lama, akan menyebabkan depresi. Sederhananya, resesi terjadi ketika tetangga kita kehilangan pekerjaan dan depresi, ketika kita hilang pendapatan. (Ya, hilang pekerjaan maksudnya).
Ancaman itu, nyata. Bukan cerita. Tapi, lagi-lagi kopi, membuat suasana resesi seperti di acara resepsi. Padahal, ya kopi hitam americano segelas dan seporsi makanan ringan. Entahlah, soal rasa kopi Saya fikir bukan utama. Tapi, suasana lah, penentunya. Kopi jadi katalisatornya.
Bukan bermaksud, mengarahkan dengan ngopi menjadi solusi menyelesaikan persoalan resesi. Tapi, ngopi di tengah pandemi merubah suasana. Kita tak sedang dalam ancaman. Tapi, kita harus bangkit. Bukan bangkit melawan Covid-19. Tapi, tetap menanamkan kebahagian di tengah ancaman.
Saya tak sedang, berkeluh kesah. Tapi menjelaskan, pandemi Covid-19 bukan untuk di lawan. Tapi, mengantisipasinya dengan Mencuci tangan. Menjaga jarak. Memakai masker dan Menghindari kerumunan. Bukan berarti kita tak ngopi, bukan?
)* Penulis adalah Founder Amis Jambu Syndrome