Oleh: Ken Supriyono*
KI KAJALI namanya. Nama yang singkat dan sederhana. Tapi, memiliki dedikasi yang cukup besar terhadap budaya daerah. Dialah, satu-satunya yang masih memainkan Wayang Garing. Warisan budaya sekaligus hiburan yang membuat girang warga di sekitar Serang-Banten.
***
Belum lama ini, Laboratorium Banten Girang mengadakan diskusi Wayang Garing – Ki Kajali, secara virtual. Saya cukup antusias. Karena diskusi itu, mengingatkan kembali ingatan saya pada satu kesempatan mewawancarai langsung Ki Kajali ihwal Wayang Garing.
Kendati, ada kabar yang juga mengejutkan. Diskusi virtual yang menghadirkan narasumber Peneliti Kantor Bahasa Banten, Nur Seha, sekaligus menggalang dana untuk pengobatan Ki Kajali yang terbaring sakit.
Saya berdoa, semoga Ki Kajali segera pulih dan kembali aktif memainkan wayang-wayangnya. Apalagi dialah satu-satunya dalang Wayang Garing yang tersisa di Serang. Bahkan, bisa jadi artefak hidup dari keberlanjutan Wayang Garing itu.
*****
Saya sendiri, merasa masih berhutang kepada Ki Kajali. Sekira tiga tahun lalu, saat saya masih menjadi jurnalis Radar Banten, saya menjumpai Ki Kajali di rumahnya, di Kampung Watgalih, Desa Mendaya, Kecamatan Carenang, Kabupaten Serang. Tujuannya, untuk mewawancarai tentang kiprahnya memainkan Wayang Garing. Salah satu kesenian yang menjadi tulisan feature kebudayaan yang saya tulis tiap pekan.
Sebelum saya pulang, Ki Kajali sempat meminta koran, jika tulisannya sudah diterbitkan. Hanya saja, saat tulisan itu terbit, saya ada tugas keluar kota. Sampai akhirnya, koran yang diminta Ki Kajali tidak saya hantarkan ke rumahnya. Saya merasa berdosa atas ini kepadanya.
Saya tertarik menulis feature Wayang Garing setelah mendapat informasi dari seorang kawan. Ia menyebut, bahwa di Kabupaten Serang ada seorang dalang yang memainkan wayang tanpa sinden dan gamelan. Perlengkapan yang digunakan pun sangat sederhana. Dan, tidak sesuai pakem wayang pada umumnya.