Oleh : Adelia Naura
Aku ini suka sekali membayangkan akan menjadi orang yang sukses. Tapi tak cukup hanya dengan membayangkan, betul kan?
Aku punya teman-teman yang sangat hebat. Temanku yang pertama kebetulan agak kurang beruntung. Dia tidak dapat melanjutkan pendidikannya ke bangku perkuliahan karena mengalami beberapa kendala.
Tapi yang membuatku salut, dia tak hanya berdiam diri saja di rumah. Dia membuat usaha dengan berjualan donat, cilor, piscok, pokoknya segala makanan dia jual.
Suatu waktu dia pernah berkata ke kami teman-temannya, “Aku malu berteman sama kalian. Bukan apa-apa. Kalian kan orang berada semua. Sedangkan aku? Nggak bisa seperti kalian, kuliah. Aku cuman bisa berdagang”.
Mendengarnya berbicara seperti itu, sontak saja kami marah serta kesal (namun bukan berarti tidak mau berteman lagi dengannya). Aku lalu berkata kepadanya.
“Kita ini sama-sama anak orang tua. Kita juga belum punya penghasilan. Sedangkan kamu? Amazing! Kamu keren sudah bisa punya penghasilan sendiri. Jadi buat apa malu sama kita? Lagian kita juga sudah lama berteman” kataku sambil menepuk bahunya lembut.
Dan semenjak percakapan itu, temanku yang semula insecure, tak lagi merasa rendah diri dan bisa terbuka lagi kepada kami.
Temanku yang kedua, dia suka sekali jajan, jalan-jalan, belanja, nonton konser (terutama konser Tulus). Pokoknya semua kegiatan yang berkaitan dengan menghamburkan uang.
Suatu ketika, saat aku dan dia sedang sedang telfonan, teman ke duaku itu punya ide. Karena dia sudah kehabisan uang, dia mulai tergerak hatinya untuk memiliki penghasilan sendiri. Dia berkata kepadaku, “Kayaknya aku ingin buka usaha deh”, ujarnya.
Aku pun menjawabnya antusias, “Wah, aku pasti mendukungmu”, sambil menatapnya setengah tak percaya.
Selang beberapa bulan kemudian dia akhirnya mengabariku bahwa dia sudah mempunyai merek hijab sendiri. Tentu saja aku sangat senang mendengarnya.
Aku dan teman-teman yang lainnya kemudian bantu mempromosikan hijabnya. Kebetulan da pernah bekerja di toko baju tantenya, jadi dia sudah punya pengalaman dalam mengelolah usaha.
Alhamdulillah hingga kini usahannya berjalan lancar walaupun dia pernah sempat mengalami keputusasaan. Dia sempat melontarkan keluhan dan kegalauannya kepadaku.
“Kenapa ya usahaku sepi? Apa aku gagal ya? Bagaimana kalau nggak ada yang beli lagi?” begitu curhatnya kepadaku dan teman-teman yang lain.
Sebagai bestie yang baik, kami tentu tak hanya mendengarkannya berkeluh kesah. Meski tak seprofesional bussines advisor, kami kemudian memberinya nasihat terbaik yang dapat kita berikan. Kami katakan kepadanya.
“Musuh terbesar sukses itu bukan kegagalan, tapi musuh terbesar kesuksesan itu ketakutan. Jadi jangan takut gagal. Kita tak kan pernah tahu masa depan, hanya Sang Pencipta yang maha tahu”.
Demikianlah, berkat dukungan moril dari kami, usahnya alhamdulillah kian berjalan lancar. Dan sekarang temanku itu bertambah satu lagi lini usahanya, yaitu bisnis preloved.
Melihat teman-temanku sukses berbisnis, membuatku tergerak ingin membuka usaha juga. Bahkan dua temanku yang tengah sibuk kuliah farmasi dan teknik, padahal jadwalnya amat padat, berkeinginan kuat untuk membuka usaha juga.
Aku senang sekali dikelilingi teman-teman yang keren dan hebat. Hari-hari kami selalu diisi oleh kegiatan berbagi pengalaman, wawasan, ataupun resep yang bisa kita aplikasikan. Aku bahagia dikarunai healthy friends yang saling menguatkan.
“Tidak perlu malu untuk memulai suatu.
Ingat, masa depanmu tergantung apa yang kamu lakukan di masa mudamu”. (*)
Penulis adalah Mahasiswi Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Untirta Angkatan 2024