Oleh: Khudori
Konflik Rusia-Ukraina yang berlangsung lebih 1,5 bulan tak hanya memicu krisis energi (minyak, gas, dan batu bara), tetapi juga memantik kenaikan harga-harga pangan, terutama gandum, minyak goreng, dan turunannya.
Kedua negara itu memasok sekitar 25% serealia dunia. Khusus untuk gandum, Rusia dan Ukraina memasok 31% kebutuhan gandum dunia: Ukraina sekitar 25% dan Rusia 6%. Ketika keduanya berkonflik, pasokan gandum dunia terguncang. Harga gandum di pasar dunia melonjak 56%, dari sekitar 8 dollar AS menjadi 12,4 dolar AS per gantang (bushel), sejak perang berkecamuk.
Rusia dan Ukraina produsen utama biji bunga matahari dunia: Ukraina memasok 24,7% dan Rusia 21,9%. Ketika keduanya berperang, 46,6% pasokan biji bunga matahari dunia terganggu.
Harga biji bunga matahari memang tidak naik, tapi seretnya kiriman dari Rusia dan Ukraina membuat negara-negara produsen minyak berbasis biji bunga matahari kelimpungan. Pasokan alternatif dari luar Rusia dan Ukraina hampir mustahil.
BACA JUGA : Presiden Jokowi Tegaskan Tahapan Pemilu Mulai Juni 2022
Akhirnya sikap realistis diambil, seperti dilakukan supermarket di Islandia, yang kembali memajang minyak berbasis kelapa sawit. Padahal, negara Eropa itu antiminyak sawit.
Kelangkaan gandum dan biji bunga matahari dan kenaikan drastis harga gandum adalah pukulan berat bagi negara-negara importir.
Ukraina dikenal sebagai “keranjang roti Eropa”.
Bersama Rusia, Ukraina bertanggung jawab atas setidaknya 80% pasokan biji-bijian di Benin dan Kongo di Afrika; Mesir, Qatar, dan Lebanon di Timur Tengah; dan Kazakhstan dan Azerbaijan di Asia Tengah. Negara-negara ini mendadak seperti mendapatkan pukulan hook.