Menu

Mode Gelap
Kemeriahan Puncak Dies Natalis UPG ke-3, Dihadiri Artis hingga Pejabat Daerah  Politikus Gerindra Desmond J Mahesa Meninggal Dunia MK Tetapkan Pemilu 2024 Pakai Sistem Proporsional Terbuka, Waspadai Politik Uang  Pembangunan Tahap II Masjid Agung Ats Tsauroh Ditarget Rampung 2023 Capres Ganjar Pranowo Safari Politik di Banten

Opini · 27 Agu 2020 03:24 WIB ·

Catatan Cacing


 Catatan Cacing Perbesar

Oleh : Wahyu Arya *

Sebagai cacing, saya pernah bermimpi menjadi ular naga. Mampu menyemburkan api. Gagah meliuk-liuk di angkasa. Tapi itu cuma mimpi. Cuma ilusi. 

Tubuh saya tetap pipih, tenggelam dalam lembab lumpur. Tak tercatat sejarah atau narasi besar kehidupan.

Tapi sebagai cacing saya harus sadar diri. Tempat yang rendah selalu mengajarkan bahwa segalanya akan kembali ke dasar tanah. Burung di angkasa, singa, manusia.

Di antara para cacing, kesadaran semacam ini tentu mahal dan sulit sekali. Seringkali lolos dari riuh rendah suara-suara, tepuk tangan, sanjung puji, penghormatan semu. Kenikmatan hebat yang mematikan. Para cacing kerap tergoda mengubah diri menjadi ular naga. 

***
Sebagai cacing, saya kurang piknik. Utek-utek hanya di lumpur lembek. Main paling jauh cuma di tanah gembur. Selebihnya terjebak dalam rutinitas mengisi perut.

Kadang-kadang, eh sering kali saya iri dengan cacing lain yang hidupnya penuh variasi. Sesekali muncul ke atas permukaan tanah, mandi sinar matahari, selfi dengan kupu-kupu, kumbang raja dan foto paling prestisius bersama kawanan kobra. 

Jangan tanya di mana ular naga. Doi lagi piknik di Swargaloka! 
Saya sadar, piknik yang menyenangkan butuh keberanian dan tahan terhadap tantangan.

Keduanya tidak saya miliki. Keberanian berfoto-foto dengan selebritas dari kalangan hewan cantik dan buas membuat nyali saya ciut. Makanya hidup saya monoton, kurang garam!

Tapi di bawah tanah yang lembek ini saya tak kurang teman. Ada akar dari macam-macam pohon bersemayam. Gerak mereka bukan ke atas tapi terus menggali ke dasar bumi. Menyerap dan mengikat. 

Akar kelapa. Akar randu. Akar trembesi. Akar mahoni. Akar ….Mereka terkenal kompak menopang pohon dari terpaan angin dan guncangan gempa.

BACA JUGA   Indonesia Peringkat Ke-4 Vaksinasi Covid-19 Dunia

Mereka membiarkan daun-daun menyapa matahari, sementara tubuh mereka terus menggali bertemu yang sejati.

Kepada akar, saya cacing yang innocent ini belajar banyak hal. 

*Penulis adalah Sastrawan Kubah Budaya Untirta. Wakil Ketua Pokja Wartawan Harian dan Elektronik Provinsi Banten

Artikel ini telah dibaca 1 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Menstabilkan Harga Beras Ditengah Tingginya Inflasi

4 Oktober 2023 - 10:34 WIB

Mencegah Radikalisme dan Perpecahan Masyarakat Menjelang Pemilu 2024

30 September 2023 - 16:35 WIB

Jelang Pemilu 2024, ASN Diimbau Jaga Netralitas dan Bijak Bermedsos

29 September 2023 - 12:51 WIB

Pendekatan Persuasif Kepada Masyarakat Terdampak Rempang Eco-City

29 September 2023 - 12:48 WIB

Memprioritaskan Pembangunan Infrastruktur di Papua

27 September 2023 - 21:05 WIB

Penyaluran Bantuan Beras dan Pengendalian Inflasi

22 September 2023 - 22:20 WIB

Trending di Opini