Oleh : Lia Ardila
Entah kalian pernah mengalami hal seperti ini juga atau tidak. Kalau aku sih yes ya. Aduuuh…. jadi aku tuh sering sekali punya first impression ke orang-orang yang baru aku kenal atau baru bertemu.
Satu contohnya dalam hal pertemanan. Oh iya, di story ini yang akan aku ceritakan konteksnya adalah ketika masa sekolah ya.
Jadi, aku itu sering punya first impression ke teman-teman aku sendiri. Baik itu positif atau negatif. Namun kali ini yang akan aku bahas seputar pengalaman first impression negatif ya.
Lucunya, teman yang semula mendapat first impression negatif dariku, ujung-ujungnya malah jadi bestie, hahaha.
Kalau kalian pernah melihat konten-konten di Tiktok, Instagram, Twitter dan berbagai media sosial lainnya yang isinya seperti begini, “Kok kita bisa akrab ya? padahal dulu aku tidak suka sama kamu lho,” naah …please ini relate sekali dengan kisahku. Kalian ada yang relate juga tidak, guys?
Hal yang paling aku ingat contohnya adalah ketika di kelas 9, alias kelas 3 SMP. Jadi, hari itu pertama kalinya kami masuk sekolah lagi setelah libur kenaikan kelas.
Di pagi hari, semua murid bener-bener tumpah ruah di lapangan. Semua berbaur menjadi satu menunggu diberi arahan untuk masuk kelas masing-masing.
Di tengah kerumunan, aku bertemu dengan sekumpulan siswa lain. Nah salah satunya ada si N. Di situ kami langsung saling bertanya dapat kelas apa.
Di sekolah kami setiap tahunnya memang ada sistem kelas diacak seperti itu ya. Nah ternyata aku dan si N ini dapat kelas yang sama, kelas 9B. Whoops!…terkejut dong aku.
Tahu tidak kalian, tanpa dadidu aku langsung punya first impression negatif ke si N ini. Seperti begini kira-kira, “Aduuuh, sekelas lagi sama nih orang.” Aku tak tahu mengapa bisa memiliki prasangka seperti itu.
Mungkin karena dari looksnya saja, si N ini sudah membuat perasaanku tak nyaman kali ya (please jangan ditiru ya. Jangan asal mudah menjudge seseorang seperti yang kulakukan. Jangan ya dek ya).
Waktu masuk posisi duduk, kursi kami memang berdekatan di bangku belakang. Tapi bukan yang sebangku begitu sih.
Seiring berjalannya waktu, kami akhirnya satu circle dan solid parah. Pokoknya kita selalu bersama. Entah untuk mengerjakan tugas, jajan ke kantin, menyelesaikan PR, dihukum, hingga kena SP juga bersama terus, wkwkwkw. Goksssss intinya! Cs kental nih boss, wkwk.
Masuk ke masa SMA. Aku pikir hal seperti ini, yaaa…. semacam kebetulan saja begitu. Tak tahunya, takdir untuk selalu bersama ini terulang kembali guys. Polanya sama : bertemu – tak suka – jadi bestie. Jadi suka bingung sendiri, pingin ketawa atau ngakak, hahahaha…
Waktu itu masih zaman corona. Karena itu PTM (Pembelajaran Tatap Muka) baru bisa di kelas 11. Kelas dibagi 2 sesi. Aku mendapat sesi 1.
Nah hari pertama masuk PTM, di situ aku masuk ke kelas yang posisinya sudah ramai. Setiap murid duduk sendiri ya, karena harus menerapkan social distancing.
Nah, tiba-tiba datang salah satu siswa. Kita sebut saja si M. Kedatangannya ini langsung disambut oleh beberapa orang, bahkan ada yang sampai pindah tempat duduk.
Di situ seketika timbul first impressionku ke si M, “Ihhh … apa sih spesialnya orang ini?” Sangat negatif bukan teman-teman first impressionku ke si M ini? wkwkwk…
Seiring berjalannya waktu, dimulai dari si M yang tiba-tiba meminjam buku catatan kimiaku. Dari situlah kami semakin sering berinteraksi.
Mulai intens bertegur sapa, mengobrol, bercerita soal apapun, menanyakan PR, mengerjakan tugas, meminjam uang seratus, eh… Bahkan sampai ke saling curhat. Siapa menyangka ya, guys ya. Pokoknya, baik ketika sekolah offline maupun online, kami sering sekali mengobrol lho.
Di kelas, aku dan si M ini malah kemudian menjadi bestie, haha. Kami selalu bersama. Bahkan, dalam satu circle yang sama, kami lebih condong untuk temanan berdua, hahaha. Sepulang sekolah, kami sering berputar-putar berdua tanpa tujuan.
Lebih serunya lagi, ketika menjelang Lebaran, aku sering mengantarkan sajian ketupat ke rumah si M. Begitupun ketika Natal. Si M kerap undang aku untuk Natalan di rumahnya.
Kedua cerita di atas menurutku sungguh kilas balik yang sangat menarik ya. Dari hal yang tak pernah aku duga endingnya, menjadi hal yang paling aku syukuri kehadirannya.
So, satu hal yang bisa dipelajari dari kisahku : jangan asal berprasangka. Oke Cinta sepenuh hati untukmu, bestie. (*)
Penulis adalah Mahasiswi Ilmu Komunikasi FISIP Untirta Angkatan 2024