Oleh : Ratih Safira Utami
Kewaspadaan akan bahaya isu SARA apabila dibiarkan dan terus saja tersebar luas di masyarakat, utamanya melalui media sosial merupakan hal yang sangat berbahaya dan justru semakin mendatangkan banyak dampak negatif.
Terlebih menjelang pelaksanaan Pemilu seperti sekarang ini, maka dari itu kontestasi politik harus bisa terus dikawal oleh segenap elemen bangsa supaya bisa berjalan dengan sehat.
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Jawa Timur (Jatim), A. Warits menyebutkan bahwa memang sudah seyogyanya seluruh pihak, termasuk aparat keamanan mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat untuk bisa mewujudkan Pemilu yang damai.
Segenap elemen masyarakat di Tanah Air sudah sepatutnya bisa untuk saling bergandengan tangan dan meninggalkan seluruh atribut kedaerahan mereka masing-masing yang saling berbeda itu, sebagaimana yang telah dilakukan oleh para pemuda dalam momentum Sumpah Pemuda dulu. Sehingga dengan adanya hal tersebut maka masyarakat bisa lebih jauh mampu melebur menjadi satu.
Bukan hanya itu saja, namun penting juga adanya netralitas yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) dan juga pihak aparat keamanan dari personel gabungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) karena setiap peserta Pemilu memang harus bisa setara dan juga mampu berkontestasi dengan cara-cara yang sehat.
Adanya konflik bisa saja terjadi karena terjadinya distribusi yang tidak adil kepada identitas yang berbeda, bisa juga hadir karena adanya ketimpangan dan tidak adanya keadilan. Seluruh hal tersebut jelas sekali akan mampu memicu timbulnya konflik dalam setiap pelaksanaan dan proses tahapan Pemilu nantinya. Maka dari itu, untuk bisa mengatasinya maka diperlukan adanya keterwujuan akan Pemilu yang adil.
Akan sangat berbahaya apabila misalnya pelaksanaan pesta demokrasi dan kontestasi politik dalam perhelatan Pemilihan Umum masih saja diwarnai dengan adanya politisasi akan suku, agama, ras dan juga atas golongan (SARA).
Jika masih saja terjadi praktik membenturkan perbedaan suku, agama, ras dan antar golongan yang sebenarnya bersifat niscaya di Indonesia, maka sebenarnya sama saja bangsa ini masih berada pada fase yang sama seperti sebelum sumpah pemuda dideklarasikan.
Untuk itu, segenap elemen bangsa harus bisa bekerja sama dalam rangka mewujudkan adanya Pemilu yang jauh lebih damai demi kepentingan bangsa sendiri di masa mendatang. Momentum peringatan Hari Sumpah Pemuda sendiri yang jatuh pada tanggal 28 Oktober lalu juga harus bisa dimanfaatkan untuk mengajak kaum milenial yang notabene merupakan para pemuda dan pemudi di Indonesia untuk bisa menangkal kemunculan berita bohong atau hoaks, utamanya menjelang pesta demokrasi diselenggarakan.
Terkait hal tersebut, Ketua Forum Wartawan Hukum Sumatera Utara (Forwakum Sumut), Aris Rinaldi Nasution menuturkan bahwa peringatan hari Sumpah Pemuda sendiri merupakan momentum yang sangat penting bagi para generasi muda untuk terus mengukir prestasi mereka di segala bidang tatanan kehidupan.
Banyak upaya bisa dilaksanakan oleh para pemuda itu jika memang ingin meneladani dan juga merayakan momentum Sumpah Pemuda bahkan bisa dimulai dari hal yang terkecil terlebih dahulu, seperti dengan melakukan penangkalan pada berita hoaks ataupun juga bisa dilakukan dengan tidak secara sembarangan membagikan sebuah informasi ke media sosial apabila masih belum diketahui akan validasinya, jika itu semua berhasil dilakukan, maka sudah menjadi bagian dari prestasi dalam rangka menjaga kondusifitas di lingkungan sosial maupun di dunia maya.
Menjelang pelaksanaan pesta demokrasi dan kontestasi politik dalam perhelatan Pemilihan Umum mendatang, maka berkaca dari tahun politik sebelumnya ternyata Indonesia bisa dikatakan masih sangat rawan akan terjadinya penyebaran berita bohong dengan menggunakan isu SARA maupun banyak narasi yang saling berupaya untuk memecah belah antar sesama.
Jika misalnya isu SARA tersebut dan juga banyaknya testimoni akan hal yang provokatif terus saja digaungkan dengan tidak adanya pihak yang berupaya untuk menangkalnya, maka jelas akan sangat mendatangkan dampak sangat berbahaya bagi berlangsungnya Pemilu 2024 dan juga dampak berbahaya itu akan datang kepada sesama rakyat Indonesia.
Sebaiknya, para pemuda dan pemudi mampu untuk berpartisipasi aktif dalam menangkal seluruh dampak buruk yang mungkin saja akan terjadi tersebut. Terlebih saat ini tidak bisa dipungkiri bahwa kaum milenial sendiri merupakan generasi yang bisa dikatakan paling paham akan bermedia sosial dan juga dapat saling mempengaruhi bagaimana tren yang terjadi di tengah masyarakat, sehingga jika tren yang tersebar tetap dijaga akan banyaknya hal yang positif, maka akan mampu mencegah orang lain berperilaku secara negatif.
Berjalannya kontestasi politik memang harus bisa terus dikawal oleh segenap elemen masyarakat agar bisa terus berjalan dengan sehat dan sama sekali tidak diwarnai dengan adanya praktik adu domba yang sangat mampu memecah belah keutuhan bangsa. Maka dari itu kewaspadaan sangat penting untuk bisa terus ditingkatkan demi melakukan penangkalan pada bahayanya isu SARA. (*)
*) Penulis adalah kontributor Persada Institute