Oleh: Achmad Faisal
Rakyat Papua bersuka cita saat 1 Mei. Hari bersejarah ini merupakan hari perayaan kembali bergabungnya tanah Papua ke bumi pertiwi. Peringatan 1 Mei, merupakan penegasan bahwa Papua adalah sah bagian tak terpisahkan dari NKRI.
Sejarah mencatat, 58 tahun yang lalu, tepatnya 1 Mei 1963, United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) resmi menyerahkan wilayah Irian Barat (sekarang Papua) yang sebelumnya dikuasai Belanda kepada pemerintah Indonesia. Di hari yang sama, bendera Merah Putih kembali dikibarkan di bumi Cendrawasih.
Sementara itu dunia internasional mengakui secara sah Papua bagian Negara Kesatuan Indonesia (NKRI) setelah Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969.
Sayangnya terdapat kelompok di Papua yang mengingkari sejarah. Mereka sibuk membuat narasi negatif cacat sejarah bergabungnya Papua dengan NKRI yang tidak lain demi ambisis pribadi, merdeka. Padahal, sejarah sudah sedemikian gamblang menjelaskan Papua final NKRI.
Dikutip dari kompas.com (21/8/2019), Tokoh Pejuang Papua Ramses Ohee di Jayapura menegaskan sejarah masuknya Papua ke NKRI sudah benar. Fakta masyarakat Papua ingin kembali ke Papua tercatat melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada 1969.
Namun jauh sebelum Pepera, menurut Ramses, keinginan rakyat Papua bergabung dengan Indonesia sudah muncul sejak Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Para pemuda Papua hadir dan berikrar bersama pemuda daerah lainnya saat Sumpah Pemuda. Ayah Ramses, Poreu Ohee menjadi salah satu pemuda Papua yang hadir ketika Sumpah Pemuda.
Jika kemudian ada pihak yang memutarbalikkan sejarah dan menyangkal fakta integrasi Papua ke NKRI, Ramses menyebutnya sebagai kelompok minim sejarah. Ramses meminta masyarakat Papua mensyukuri keberadaan negara yang merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa. Karena negara berkontribusi positif bagi pembangunan Papua.
Tokoh integrasi Papua, Yahya Solossa kepada detik.com pada 14 Mei 2013 mengatakan, banyak kemajuan perkembangan pendidikan dan kesehatan sejak integrasi Papua dengan Indonesia.
Menurut Yahya, riak-riak yang meminta Papua merdeka didatangkan orang Papua sendiri. Otonomi khusus (Otsus) yang sudah diberikan pemerintah pusat diibaratkan oleh Yahya sebagai kunci rumah. Terserah orang Papua mau membuat apa di rumah sendiri. Kalau orang Papua ikut menyelewengkan, sama saja menghancurkan rumah sendiri.
Sementara itu Ketua Pemuda Adat Papua (PAP) Yan Christian Arebo, Wakil Ketua Marianus Komanik, dan Pemuda Mandala Trikora Papua Ali Kabiyai dalam jumpa pers 30 April 2020 menegaskan Papua bagian NKRI. Mereka menolak sebutan 1 Mei adalah aneksasi.
Menurut Ali Kabiyai, tidak ada aneksasi di Papua karena Papua telah terintegrasi dengan NKRI melalui Pepera 1969. Papua sudah sah dalam bingkai NKRI. Papua adalah barometer Kebhinekaan di Indonesia.
Yan Chistian Arebo meminta warga tidak terprovokasi pihak yang akan memanaskan status Papua. Dalam memperingati 1 Mei, Yan berharap tidak ada gerakan-gerakan yang bertentangan dengan prinsip kedaulatan NKRI.
Terlebih saat pandemi Covid-19 yang melanda saat ini. Sejumlah putra asli Papua pun diabadikan dalam sejarah bangsa Indonesia, yaitu Frans Kaisepo diabadikan menjadi Nama Airport di Biak & Gambar uang Rp10 ribu, Silas Papare diabadikan menjadi Nama STISIPOL Jayapura, Marten Indey diabadikan menjadi Nama RS.
TNI di Jayapura, dan Johanes Abraham Dimara disimbolkan sebagai Patung Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng Jakarta yang diresmikan Presiden Soekarno tanggal 17 Agustus 1962.
*) Penulis adalah pengamat sosial dan politik