Oleh: Agus Hiplunudin
Masa Pandemi Covid-19 ini, tentunya reses para legislator terhambat, namun reses dengan gaya partisipatif hasilnya akan jauh lebih maksimal dari pada reses konvensional. Mengingat reses partisipatif lebih terukur, terkontrol, dan mudah untuk mengendalikannya, sehinggga protokoler kesehatan pencegahan Covid-19 akan jauh mudah untuk diterapkan ketika reses berlangsung.
Reses merupakan sarana bagi para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten/ kota untuk menjaring dan menyaring aspirasi masyarakat karenanya diperlukan metode reses yang efektif. Selama ini, reses diselenggarakan secara konvensional maka diperlukan reses yang bersifat partisipatif agar aspirasi masyarakat yang diserap tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan kontituen.
Secara konseptual DPRD memiliki tiga katagori penting dalam berhubungan dengan masyarakat. Pertama, memiliki misi menciptakan kondusipitas dalam masyarakat—mengenyahkan atau meminimalisir konflik sehingga tatanan sosial dan ekonomi dapat berjalan sesuai dengan arahan pembangunan.
Kedua, DPRD sebagai agen atau fasilitator bagi masyarakat untuk merumuskan kebijakan yang sesuai dengan keperluan nyata masyarakat. Ketiga, DPRD merupakan lembaga yang akrab dengan masyarakat berkaitan dengan hal-hal yang tumbuh dalam masyarakat sehingga DPRD memiliki peran integratif—untuk menyamakan pemahaman atau persepsi dalam masyarakat tersebut.
Keberadaan legislatif memang berbeda secara subtansial dengan eksekutif (dibaca kepala derah gubernur, bupati/ walikota), kepala daerah memang dipilih langsung oleh masyarakat namun seorang kepala daerah jika telah terpilih ia menjadi pimpinan birokrasi (dinas-dinas), lain halyang dengan DPRD kendati telah terpilih ia tetap lekat dengan masyarakat—sebagai konstituen yang dicerminkan dalam reses dewan.
Mengenai reses termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2018 Pasal 125 Tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota menjelaskan; bahwa fraksi wajib mempublikasikan laporan kinerja tahunan yang memuat tentang pandangan atau sikap fraksi terhadap seluruh kebijiakan yang diambil terkait pelaksanaan fungsi pembentukan Perda (Peraturan Daerah), pengawasan, dan anggaran; dan aspirasi atau pengaduan masyarakat dan tindak lanjut yang belum, sedang, dan telah dilakukan fraksi.
Dalam hal ini mengindikasikan bahwasanya fraksi berkewajiban mempertanggung jawabkan hasil kinerja kepada masyarakat yakni perkembangan aspirasi masyarakat ketika anggota dewan melakukan reses.
Karenanya, reses merupakan salah satu indikator keberhasilan kinerja legislatif.
Namun, selama ini reses dilakukan secara konvensional (gaya lama) sehingga hasilnya tidak maksimal. Selaiknya para anggota legislatif mengembangkan metode reses partisipatif. Metode reses partisipatif merupakan cara reses dengan menghadirkan peserta dari berbagai unsur termasuk menghadirkan masyarakat dari kelompok rentan seperti perempuan dan orang miskin, ini tentunya berbeda dengan reses gaya konvensional yang hanya menghadirkan para tokoh atau elite desa/ kecamatan.
Kuncinya reses partisipatif melibatkan konstituen mewakili berbagai unsur secara komprehensif dari mulai yang rentan diskriminatif seperti kelompok-kelompok minoritas, perempuan, kelompok disabilitas dan berbagai kelompok rentan lainnya termasuk anak-anak.
Hal yang paling penting anggota legislatif sebelum reses harus menyiapkan fasilitator terlebih dahulu, kalau gaya reses konvensional dimana moderator (biasanya diambil dari pemerintah setempat atau tokoh masyarakat). Sedangkan reses partisipatif fasilitator merupakan orang yang mempunyai keahlian memfasilitasi dan mempunyai pemahaman tentang pendidikan orang dewasa yang adil gender dan kelompok marginal—sehingga hasil reses merupakan cerminan keinginan masyarakat secara komprehensif.
Hal lainnya dari reses partisipatif, biasanya dalam reses konvensional hanya elit/tokoh atau pemerintah setempat yang menyalurkan aspirasi namun dalam reses partisipatif semua peserta termasuk perempuan dan anak dapat menyalurkan aspirasi mereka.
Reses konvensional dilakukan dengan metode ceramah dan dialog terbatas sehingga hasilnyapun tidak rinci dan cenderung tidak mencerminkan kepentingan semua masyarakat sedangkan reses partisipatif dilakukan dengan prosedur berupa ceramah singkat—pemaparan anggota dewan, delanjutnya disambung dengan diskusi kelompok, diskusi kelompok, hasilnya dipresentasikan, selanjunya dikaji kembali berupa penajaman hasil diskusi kelompok yang telah dipresentasikan tersebut.
Dalam hal ini reses partisipatif bisa dilakukan dengan cara curah pendapat, diskusi kelompok dan diskusi kelompok terfokus/ terarah atau yang lazim disebut focus group discussion( FGD). Namun, perlu digaris bawahi bahwa reses metode partisipatif hanya bisa dilaksanakan oleh mereka yang terbiasa memfasilitasi atau fasilitator karenanya anggota dewan harus mengidentifikasi terlebih dahulu fasilitator yang dapat menjalankan rsese partisipatif.
Dengan menggunakan metode reses partisipatif hasil reses dapat disajikan dan dipublikasikan secara rinci dan terarah sebab dalam reses konvensional hasil rsese hanya berupa catatan singkat sedangkang hasil rsese partisipatif berupa dokumen tertulis yang dihimpun oleh notulen, menjadi sebuah dokumen yang diserahkan kepada anggota dewan, pemerintah setempat, masyarakat/konstituen untuk dipergunakan sebagai sumber pengembilan kebijakan.
Simpulannya ada beberapa poin rekomendasi untuk meningkatkan kinerja anggota dewan dalam reses; Pertama, guna menyerap aspirasi masyarakat maka reses anggota dewan harus mulai menggunakan metode reses partisipatif dan meninggalkan metode reses konvensioanal.
Kedua, dalam reses metode partisipatif anggota dewan harus menyiapkan fasilitator sesuai dengan kriteria metode reses partisipatif dan yang ketiga dokumen reses partisipatif disusun sedemikian rupa sebagai rujukan untuk penyusan implementasi program antara legislatif dan eksekutif.
)* Penulis adalah Akademisi STIA Banten